Manusia
merupakan makhluk paling bandel didunia, ketika melakukan kesalahan, maka akan
diulangi terus-menerus jika tidak ada keseriusan dalam berubah. Itulah aku, manusia yang hina tidak jera
dengan peringatan dan terus melakukan kesalahan demi kesalahan. Cerita ini
melanjutkan kisah “bersahabat dengan kematian”
Setelah diberi peringatan dengan hilangnya kemampuan berfikirku, aku
memutuskan untuk membicarakannya langsung dengan pacarku. Itu merupakan hari
yang terberat dalam hidupku apalagi dia sedang berada jauh dikampung halamannya.
Cerita yang kurajut selama 3 tahun akan berakhir dalam beberapa menit. Aku
benar-benar ingin membunuh perasaan kami, aku tak mau kami terus seperti ini,
seakan-akan masa depan sudah tak ada lagi. Aku tau ini akan menjadi waktu yang
berat buat aku dan dia.
Kata demi kata tertulis, aku benar-benar seperti hilang kontrol akan diriku,
seakan-akan aku telah hilang kesadaran. Setiap kata yang kuungkapkan, pasti
merobek hati kami berdua. Aku berusaha cuek bagaikan batu yang tak berperasaan.
Aku tau dia menangis diujung sana, aku juga berusaha menahannya semampuku. Tapi
aku tau ini takdir yang harus kita jalani, suka atau tidak suka akan tetap
seperti ini. Dan akhirnya berakhirlah sudah.
Semua ini wajib kulakukan sebagai seorang laki-laki, seberat apapun
keputusan itu jika itu terbaik harus dilakukan. Aku tak mau dia terpaku olehku
terus, dan begitu pula aku, aku tak mau lagi membohongi keluarga, masa depan
dan tuhanku dengan hubungan kami yang terus seperti ini, dan aku yakin hal yang
sama dirasakannya diseberang sana.
Setiap jam berlalu, aku malah terus memikirkannya, bagaimana keadaannya,
bagaimana kondisinya, dan bagaimana harinya. Aku berusaha memalingkan wajahku,
seakan tak mau menatapnya, tapi apapun yang aku lakukan aku tak bisa membohongi
hatiku jauh lebih dalam. Keesokan harinya aku bertanya serius padanya, dan
sangat berharap jawaban yang kutunggu-tunggu selama ini. “kamu mau ikut denganku ngga?”. Dia
menjawab seakan menamparku kembali “emang kamu mau nikahin aku?”. Ini adalah pertanyaan yang aku tunggu, pernyataan
yang akan kupertaruhkan apapun harganya. “iya” itu jawabku. Dan
jawabannya yang menghancurkan hariku “haha san-san”. Aku tak tau harus
bagaimana dan aku terus mengacuhkannya.
Aku tau dia sangat menyayangiku, sangat tulus padaku. Dia selalu menanyakan
kabarku dan aku berusaha tak menghiraukannya. Aku tak tahu apa ini benar atau
salah, ini baik atau buruk, karena aku sudah tak dapat lagi membedakannya.
Kabar yang aku nanti adalah kabar darinya, tapi jika aku kembali pada kenyataan
itu hanyalah sebuah harapan tanpa tujuan.
Seminggu telah berlalu, dan hari benar-benar terasa sangat berbeda
tanpanya. Tanpa candanya, tanpa leluconnya, tanpa video callnya dan tanpa
senyumannya. Sampai suatu malam, aku tau bahwa mamanya meninggal dunia.
Seketika badanku panas, dan pada titik itulah aku berfikir aku harus ada untuknya. Aku coba hubungi
dia, tapi dia menjawab seakan mengacuhkanku.
Esok harinya aku coba menelponnya, untuk menanyakan bagaimana kondisinya.
Aku tau ini sangat berat baginya, tujuh hari sebelumnya dia kehilanganku dan
sekarang dia kehilangan ibunya. Tapi ini semua terjadi begitu saja, aku tak
dapat mencegahnya, seakan-akan begitu lancar mengalir seperti allah telah
menuliskannya.
Aku berusaha kembali ada untuknya, berusaha menghiburnya, berusaha ada seolah aku disampingnya. Aku
acuhkan apa yang terjadi padaku dulu, aku tak peduli jika allah menghukumku
lagi, yang aku pikirkan adalah untuk bisa bersamanya, aku benar-benar kalah
dengan perasaanku. Tapi aku merasa dia malah bertambah jauh, dan tambah
terpuruk. Ingin rasanya aku menyusulnya kesana, tapi ia tidak mengizinkanku.
Aku benar-benar tak bisa melihatnya seperti itu apa lagi jauh darinya.
aku kembali berulah, dan berusaha untuk mendapatkannya kembali kepelukanku.
Aku tak bisa mengontrol bagimana perasaannya, aku jauh darinya itu sudah cukup
menyiksaku, aku seakan-akan memaksanya untuk kembali padaku, karna aku tau
perasaan itu masih ada dalam dirinya. Tapi dia sudah
begitu jauh meninggalkanku karna aku tak ada disaat dia membutuhkanku.
Aku sempat
berfikir, semua kejadian ini begitu rapi tersusun, disaat aku sakit aku
memutuskannya dan disaat dia terpuruk aku tak ada untuknya. Semua kejadian demi
kejadian terjadi yang membuat kami berdua semakin jauh. Allah seakan berbicara
kepadaku “sudahlah kenapa kamu kembali seperti ini lagi, akan kututup semua
jalanmu untuk kembali” tapi dengan egoku seperti menantangnya “tidak, aku bisa
sama dia lagi, aku bisa seperti dulu lagi, aku mau menghabiskan waktuku bersama
dia lagi, sampai waktunya”.
Hari demi hari
berlalu, aku berikan perhatianku lebih untuknya. Berharap kita bisa mengulang
semua 3 tahun yang lalu bersama. Aku sudah menyiapkan segala sesuatunya sampai
ia kembali, semua gambaran tentang liburan, makan malam bersama sudah terancang
didalam kepalaku. Akan tetapi dia terus mengacuhkanku seakan membuatku seperti
tak lagi dikenalnya. Aku terus berusaha bertahan, melakukan yang terbaik
untuknya, dan terus berusaha menghiburnya dari kejauhan. Sampai aku mengemis
untuk dia pura-pura menganggapku, karena hanya kabar darinya yang saat ini
menenangkanku.
Setiap kabarnya
selalu kunanti setiap hari, selfinya selalu menenangkan hati. Walaupun
pekerjaan berat dikantor dia seakan-akan menyemangatiku dari kejauhan. Memang
kami sering bertengkar, dan aku selalu sabar dan hanya mengelus dada, aku tak
boleh egois saat ia lagi jatuh, aku harus perlahan mengangkatnya kembali.
Setiap perkelahian dengannya terkadang membuatku frustasi, kerjaan semakin
menumpuk, projek yang tidak jalan dan terus memikirkannya sangat menguras
tenaga. Tapi aku terus bersabar menjalani, karena dia adalah harapanku yang
suatu saat akan kembali.
Aku tau
kehidupannya disana sangat membosankan, jauh dari kota dan teman-teman yang
harusnya menghiburnya. Aku mengirimkan berbagai macam permainan untuknya, agar
dia bisa menghibur dirinya sediri dulu sementara waktu selagi aku tidak ada.
Aku pesankan ia sebuah makanan yang ia suka, dia sudah cukup kembali tenang,
stiker-stiker linenya membuatku bahagia, hanya membayangkan ceria wajahnya dari
benak pikiran.
hari demi hari
aku coret dari tanggalanku, Tinggal beberapa hari lagi untuk kami saling
bertemu, hari yang telah lama aku nantikan. Aku ingin berbicara langsung padanya mengenai
semua ini dan bagaimana kita kedepannya. Tapi pagi itu terasa aneh, seperti ada
yang mengganjal dihati mengenai tingkahnya yang berubah akhir-akhir ini. Dulu
masih terlontar rasa kangen darinya, rasa sayang darinya walaupun tidak sebesar
dulu, tapi kini hal itu tak tersisa tanpa bekas. Aku mencoba mencari tahu apa
yang sebenarnya terjadi padanya oleh teman dekatnya, aku berusaha menenangkan
pikiranku dan semua bebanku pada hari itu.
Sampai suatu ketika di sore hari..
Teman dekatnya datang menghampiriku, memberitahukanku akan pahitnya
kenyataan. Aku sudah menduganya, tapi berpura-pura tidak mengetahuinya. Gadis
manja yang 3 tahun bersamaku sekarang bukan lagi milikku. Air mata sudah tak
bisa kutahan, aku tak bisa berpura-pura menjadi orang yang kuat lagi, semua
pikiranku kacau, rencanaku berantakan, dan sekarang harus membayangkan dia
bersama orang lain. Ini merupakan hari terberat dalam hidupku mengetahui
semuanya yang kuanggap palsu. Tapi seolah-olah kenyataan terus menamparku untuk
menyadarkanku dari harapan palsu.
Aku ambil handphone disakuku, berusaha memastikan kabar langsung darinya.
Badan lemas, tangan bergetar dan air mata yang terus mengalir tidak dapat lagi
kucegah. Aku benar-benar hancur dengan semua kenyataan. Dia menjawabku
diseberang sana, suara yang aku kenal, suara yang aku tunggu berbicara padaku.
Dia saat itu sedang sakit, aku tidak bisa apa-apa karna kita berada jauh
terpisah. Kuberanikan diri untuk menanyakan padanya mengenai kabar yang
mengusik ketenanganku ini. Dan
kabar itu ternyata hidup dan seakan-akan mencekikku perlahan-lahan
Perasaan tenang dicampur gelisah sudah tak bisa kubedakan. suaranya sangat
menenangkanku, tapi disaat aku tau suara itu bukan lagi untukku, aku hanya bisa
menangis pilu, bagaikan seorang bayi yang tak bisa berbuat apa-apa. kenyataan
demi kenyataan terus menamparku, dia memberitahuku sudah cukup lama menjalani
dengan kekasih barunya, ia sering jalan keluar tiap malam, sering bersama-sama
dan sampai mereka berkomitmen untuk berhubungan yang lebih serius. Aku
benar-benar tak bisa membayangkan semua ini, aku yang dari dulu 3 tahun
bersamanya ingin menjalani lebih serius dengannya kini telah hilang. Dan dia
hanya berjalan beberapa hari telah bisa melakukan komitmen yang selama ini
ingin kubangun bersamanya. Aku coba atur nafasku, menghentikan tangisku,
menegakkan punggungku dan menegaskan suaraku serta berkata “selamat ya, maaf
aku tidak bisa seperti itu”
Gadis yang menyayangiku kini sudah tidak ada lagi, setiap kenangan yang aku
ingat sekarang terganti dengan orang lain didalamnya. Kenapa semua begitu
cepat, kenapa semua tak bisa kuhentikan, aku bagaikan sampah yang tak berguna.
Aku coba untuk tidak lagi mengingatnya, tapi seakan-akan semua ini datang dan
terus berbisik ditelingaku. Malam itu sungguh sangat menyiksaku, tidak bisa
memejamkan mataku karna dihantui dengan gambaran-gambaran dia dengannya.
Percayalah kamu tak akan menginginkannya, disaat orang lain sedang tertidur pulas,
hanya kamu yang tersisa sendirian melihat detik-detik jam untuk menunggu pagi
datang lebih cepat.
Setiap hari
berlalu, tak sedikitpun perasaan ini hilang. Orang yang aku tunggu kini takan
pernah lagi datang, aku seperti tak ada tujuan mengenai apa yang akan aku
lakukan. Aku benar-benar tak bisa mengubahnya, perasaan bersalah tiap hari
menghantuiku, mengapa aku memutuskannya, tetapi setiap aku menyalahkan diriku
tetap saja waktu tak bisa kuputar. Semua telah terlambat, disaat aku ingin
memperbaiki semuanya waktu tak lagi mengizinkannya. Yang paling menyakitkan
adalah ia tak menganggap ketulusanku selama ini, ia menganggapku begitu
mudahnya melepaskannya, aku lakukan semuanya karena terpaksa, aku tak mau
diberikan cobaan yang lebih berat lagi disatu sisi aku sangat menyayangi dia.
Aku telah berusaha yang terbaik untuknya selama ini, aku korbankan apapaun
untuknya, biarlah aku diuji sebesar apa pun dan berusaha tak lagi memperdulikan
kenyataan demi mempertahankan senyumannya yang hanya untukku seorang.
Aku benar-benar
seperti mayat hidup, yang tak tau mau kemana, hanya berusaha mengikuti arus
berharap menuju hilir yang lebih baik. Aku merasa menjadi manusia yang sangat
hina, aku jauh dari allah kemudian aku mencampakkannya kembali, aku menjauhi
gadisku dan aku mengejarnya kembali dan sekarang aku tak punya tempat untuk
kembali.
Setiap hari aku
semakin sadar, inilah waktuku untuk benar-benar kembali kepada-Nya. Semua rencanaku tak berlaku sama-sekali,
karena Ia sebaik-baiknya perencana. Aku tak mempunyai pilihan mundur, hanya
terus maju kedepan, setiap melihat kebelakang tersisa hanyalah kenangan yang
tak lagi untuk kusimpan. Aku merasa sangat hina, seperti allah adalah pilihan
yang kedua, aku tak pernah sadar sampai Ia benar-benar menghempaskanku ketanah.
Aku tau ini adalah takdir dan tidak ada yang salah antara aku dan dia. Aku
yang pertama mencoba untuk tegas hanya terus berputar-putar demi mencari
ketenangan. Dia benar-benar wanita yang tegas, komitmennya menyadarkanku
berulang kali. Kini dia telah menjalani hidupnya yang baru dengan yang lain,
berusaha meninggalkan semuanya, dan aku berusaha menjalin kembali hubungan
dengan tuhanku agar diberi kekuatan untuk melupakannya.
Kini hanya sisa satu harapanku, harapan yang tidak bisa kuraih selain
menggantungkan semuanya disisi-Nya. Aku hanya bisa berharap ia diberi hidayah,
agar ia bisa mencapai ketenangan hidup dunia dan akhirat. Doaku hanya satu
“jika ia adalah jodohku, maka dekatkanlah dan bukakan hatinya menuju jalan-MU,
dan jika ia bukan jodohku maka jauhkanlah dan berikan kekuatan pada hati kami,
Engkau adalah zat yang memiliki hati setiap manusia”
Ini adalah pengalamanku tentang cinta, pengalaman pertama dengan gadis yang benar-benar kusayang. Kami tau bahwa ini akan berakhir cepat atau lambat, dan apapun alasannya akan tetap seperti ini. Kami tau tak ada jalan lain buat kami hingga kami berkomitmen untuk meninggalkan semua kisah itu. Tapi sampai saat itu kami belum tahu bagaimana kami berpisah, dan akhirnya adalah seperti ini. Satu pesanku mengenai kisah ini, “jalanilah cinta dengan keseriusan, bukan untuk permainan ataupun tempat persinggahan”
0 comments:
Post a Comment