Sunday, February 19, 2017

Pembunuh Tak Berperasaan

Banyak orang berkata, “cinta itu buta” aku hanya tertawa karena hal ini tidak ada dalam kamusku. Banyak orang-orang melakukan hal gila hanya demi cinta, menyayat tangannya untuk menuliskan nama pasangannya, berkelahi dengan seseorang yang merebut kekasihnya, hingga menantang maut. Tapi semua itu berubah ketika aku bertemu dengannya.

Aku adalah orang yang sulit untuk jatuh cinta, dari masa SMP hingga SMA, aku hanya menyukai satu orang gadis saja yang sangat kupuja yaitu “gadis berbando hitam”. Aku pikir aku tidak bisa menyayangi seseorang kalau bukan dia. Banyak wanita yang datang dan pergi dalam hidupku, dan hanya lewat begitu saja. Aku seperti pemain cinta yang tak berperasaan. Sudah kukatakan berulang kali sebelum merajut sebuah cerita, “kita jalani dulu” karena aku butuh waktu dan cara untuk belajar mencinta. Tetapi hubungan-hubungan itu tak berlangsung lama, karena aku tak dapat melupakan gadis berbando hitam.

Hingga sampai saatnya masuk kuliah, aku sangat takut aku tak bisa menyukai seseorang kalau bukan gadis itu. Aku benar-benar tak bisa melupakan senyumannya yang terus terngiang didalam otakku, seperti merasa dia adalah separuh aku, dan tulang rusukku. Hingga pada akhirnya aku bertemu dengan wanita berambut gelombang. Dia memang cantik dan rupawan, tapi aku tak bisa menyukai orang begitu saja.

Aku mulai dekat dengannya, dari teman hingga sahabat. Aku ceritakan semua tentang aku padanya, termasuk gadis berbando hitam. Ia juga menceritakan bagaimana perjalanan cintanya, bagaimana ia dekat dengan seseorang akhir-akhir ini dan memintaku untuk memberikan saran padanya. Semakin lama, kami semakin dekat, ia mulai mengejekku dan kami saling melempar ejekkan satu sama lain. Dia gadis yang benar-benar cuek, tapi ialah sahabat terbaikku saat itu.

Seiring berjalannya waktu, kami bagaikan sepasang prangko yang tak terpisahkan. Banyak yang mengira kami menjalin hubungan asmara, tapi kami selalu menyangkalnya, karena kami berbeda agama. Kami seperti telah digariskan tuhan untuk bersama, kami selalu mendapat tugas kelompok bersama, jadi panitia acara bersama, dan organisasi yang sama. Dan saat itulah aku merasa ada perasaan berbeda dengannya, seperti pepatah kuno mengatakan, “tidak mungkin ada persahabatan antara laki-laki dan wanita jika tidak dibumbui dengan perasaan”

Kami merupakan mahasiswa geologi, dan pada kelas yang sama. Banyak pertualangan yang kami lakukan dalam menyusuri alam bersama, untuk memenuhi tugas kuliah. Aku berusaha tampak keren dan kuat, agar terlihat bak superhero dimatanya. Tapi yang malah kuperlihatkan hanyalah kekonyolan yang selalu membuatnya tertawa. Meskipun terik saat menyusuri hutan, tapi kami menikmatinya, aku menjaganya dan memberikan perhatian lebih padanya. Dan aku tau dia mulai merasa ada yang berbeda diantara kita.

Beberapa bulan berlangsung, namaku dan nama dia semakin menyatu. Disaat ada aku, pasti ada dia yang menemani. Hingga suatu malam saat kami camping bersama, dia yang menemaniku kemana-mana. Disaat aku ingin buang air kecil, ia menemaiku dari luar seraya menerangiku dengan lampu senternya. Disaat dia ingin keluar saat malam, aku selalu menemaninya karena khawatir tentangnya. Kami selalu berbuat hal gila bersama-sama, aku menggendongnya dimalam itu, aku tak tahu kenapa seakan ingin memeluknya.

Dipagi hari yang tak terduga, seperti biasa kami sering melempar ejekan dalam pesan singkat yang kami tulis, ia mengejekku karena diduai oleh gadis yang sedang dekat denganku, dan aku mengejeknya karena ia dibuat ilfil oleh gebetannya yang sedang ia jalani. Sampai suatu ketika secara tak sadar aku berkata, “jadian yok”, itu merupakan kata-kata yang keluar begitu saja, tak terpikirkan, dan tak terduga. Dan ia berkata, “ayok”, itulah merupakan awal dari perjalanan cintaku yang baru.
Hidup menjadi lebih berwarna semenjak ada dia, kemana kakiku melangkah, dia selalu menemaniku seraya menggandengku dan memberikan semangat. Dan akupun begitu untuknya, berusaha untuk menerobos badai bersama-sama. Semakin keras badai menerpa, semakin keras kami berakar. Berbagai masalah membuat kami semakin kuat dan tak terkalahkan.

Kami semakin nyaman berdua, dan ia semakin gila menyayangiku dan begitupun aku. Dia katakan padaku mau mencoba mengikuti agamaku, dan aku sangat menantinya. Tetapi seiring berjalannya waktu ia berubah pikiran, dan mengatakan suatu saat nanti kami harus berpisah, aku tau sangat berat berada diposisinya antara keluarga, Tuhan dan cinta. Ia katakan padaku takkan menjalin cinta sebelum aku menemukan cinta yang baru. Ia katakan padaku takkan mau menikah jika tidak bersamaku. Aku tak tau ini kabar baik atau buruk, karena pasti suatu saat kami akan berpisah dan ini sangat membebaniku. Aku tak mau melihat masa depannya mati karenaku.

Sampai suatu ketika gadis berbando datang menghampiri, dan disitu aku harus memilih gadis yang dulu kupuja atau ketulusan yang telah kudapat. Aku tau ini merupakan kesempatan emas yang aku tunggu-tunggu selama ini, gadis yang memberiku semangat dari kejauhan yang selalu kunanti. Terbayang sudah masa depan yang akan kujalani dengannya. Tapi aku tak bisa meninggalkan gadis berambut gelombang yang memberiku banyak kasih dan ketulusan. Aku tak mau melihatnya sakit dan tak mau melihatnya sedih. Tapi aku tau kami tak memiliki masa depan yang baik karena kami berbeda pondasi agama. Disinilah aku harus memilih, dan bodohnya hatiku memilih dia yang telah memberiku ketulusan selama ini.

Aku tau dia sangat menyayangiku, dan dia tak pernah tau dibalik kecuekan yang kusimpan selama ini menyembunyikan sayang yang sangat besar untuknya. Aku mengorbankan semua untuknya termasuk cinta yang dulu kunanti selama ini. Dia merupakan cinta pertamaku yang tak pernah aku rasakan sebelumnya. Tapi kenyataan demi kenyataan terus terungkap membuat kami harus berpisah. Hanya ada dua pilihan antara dia atau aku yang memaksa untuk berpisah dan aku yakin dia takkan mampu melakukannya.

Aku mulai membangun rasa bencinya untukku, berharap ia dapat meninggalkanku. Aku tak mau menjadi pria terakhir untuknya seakan ini sangat membebaniku. Tapi aku tau aku juga takkan bisa berpisah dengannya dan takkan mampu menyakitinya. Tapi ini adalah pilihan terakhir dan tak ada jalan lain. Harus ada yang berkorban, dan harus ada yang jadi tersangka, walau dalam hati terus tersiksa.

Dan hingga saatnya tiba..

Aku mulai cuek dengannya, setiap pesannya aku jawab dengan nada dingin seperti tak mengenalnya selama ini. Dia sadar ada yang berubah dalam diriku, mungkin dia berpikir bahwa aku tak lagi mencintainya. Tetapi dalam hati aku terus menangis dan memaksa “aku harus lakukan ini demi masa depannya, demi masa depan kita, ia harus bisa tanpaku, dan dia harus membenciku”

Hingga suatu ketika aku sakit parah, disitu aku sadar “inilah saatnya dan ini adalah sinyal-NYA”. Aku tau kondisinya sedang terpuruk, tapi jika tidak begini dia takkan bisa meninggalkanku. Aku tau orang-orang akan menganggapku pria yang brengsek pergi meninggalkannya disaat ia jatuh. Tapi aku tak mau memperdulikannya karena inilah yang terbaik untuknya.

Kata demi kata terucap, kata putus tak terelakkan lagi. Ia berusaha menerima kenyataan pahit dan aku berusaha menahan sakit yang aku rasa. Dalam hati aku berkata “ia akan sangat membenciku, dan semua orang akan membenciku”. Tapi inilah kenyataan, harus ada yang mengalah dan berkorban, karena kami hanya terus berputar-putar tanpa ada solusi yang keluar.

Aku tau aku sangat mencintainya, aku tak pernah punya alasan untuk memutuskannya dari awal, dan aku tak punya alasan untuk membencinya. Aku tau suatu saat aku pasti akan membawanya kembali kesisiku, untuk itu aku harus membangun kebencian yang sangat besar untuknya, agar ia menganggapku pria brengsek dan kurang ajar, agar aku tak punya jalan kembali pulang.

Tujuh hari berlalu, aku sangat merindukannya, aku coba untuk kembali mendekatinya. Perasaan yang dulu takkan pernah hilang untuknya, karena dari awal hanya ialah yang mengajarkanku ketulusan. Dan aku tau pasti ia takkan lagi mau menerimaku kembali. Aku terus tersiksa tiap harinya, berharap ia kembali pulang, tapi semakin lama ia semakin hilang bersama seorang pria yang tak pernah kukenal sebelumnya.

Kini biarlah aku yang tersiksa, cemoohan tak dapat kuhindari, tapi biarlah agar ia bisa pergi meninggalkanku dan membangun masa depannya. Kini giliranku untuk melupakannya bersama rasa sakit hati yang aku rasa. Aku tak pernah punya alasan untuk membencinya, dan semakin tenggelam dengan persaan sakit hati yang menyiksa.

Aku menyediakan silet tajam untuknya, agar ia membunuh cintaku yang telah kami bangun berdua. Silet yang aku asah selama ini dengan kesedihan, agar ia bisa melangkah mudah tanpa merasa kehilangan. Kini yang tersedia untukku hanyalah silet tumpul yang tak beralasan, aku tau ini konsekuensinya dari pilihan yang aku buat. Aku mulai menyayat perlahan, rasa sakitnya luar biasa dan lama untuk hilang. Aku tak punya apa-apa untuk mempertajam silet ini, karena aku tak punya rasa benci untuknya, dan masih sangat menyayanginya. Hati ini lama untuk mati, dan secara perlahan-lahan mengucurkan penyiksaan yang tak henti. Aku hanya bisa menikmati rasa sakitnya secara perlahan, seperti ayam yang dipotong lehernya, mendobrak kesana kemari hingga akhirnya tak ada tenaga yang tersisa. Kesakitan yang mengerikan terus keluar, aku tak dapat menghentikannya, yang hanya kupikirkan seberapa lama ini akan bertahan. kemudian ia datang memelukku dari belakang, dan menemaniku untuk menghilangkan penderitaan. Kini sakitnya tak terasa, walaupun terus mengucur keluar, kini ia kembali menemaniku untuk membantuku mengeluarkan rasa sakitnya.
Share:

0 comments:

Post a Comment

BTemplates.com

@iksansyahputra. Powered by Blogger.

WIRELINE LOGGING VS LOGGING WHILE DRILLING (LWD)

Holla amigos, Kali ini aku mau bahas nih mengenai metode logging antara wireline logging (tua dan bersejarah) degan Logging While Drilling ...

Total Pageviews

Search This Blog

Blog Archive