Thursday, February 23, 2017

Sabar Menyayat Hati

Ketika cinta dipertemukan dengan sebuah masalah maka akan menimbulkan kesabaran. Itulah yang aku lakukan saat itu. Menunggu dan menanti adalah sebuah hal yang tak asing lagi, hanya harapan yang membuatku hidup. Harapan untuk melihat senyumannya kembali.

Tetapi semakin dalam aku larut akan kesabaran, maka semakin dalam aku sakit, semakin dalam aku tenggelam, semakin lama aku mencapai permukaan. Tapi itulah cinta, kadang membuatmu semangat dan tak terkalahkan dan terkadang ia memperlakukanmu seperti pecundang.

Lima bulan aku berpisah dengannya, dia jauh diseberang kota yang tak pernah aku pijakan kaki disana. Dikota kelahirannya, dikota asalnya, dimana semua kenangan masa kecilnya tersimpan. Aku disini menuggunya, bukan hanya terpisah jarak, tapi perlahan-lahan hati kami juga mulai berpisah. Sebulan aku telah mengakhiri perjalanan cinta dengannya, aku masih tetap menantinya, menghiburnya, memberikan perhatian padanya dan berharap raga kami akan bersama suatu saat nanti.

Aku tau ia jauh disana, kesepian, banyak masalah, hidupnya membosankan, dan berbagai hal lain yang membuatnya muak akan semua itu. Aku coba untuk ada disisinya, aku coba untuk bersama dengannya menghadapi semua permasalahannya, walaupun aku juga mempunyai permasalahnku sendiri yang tak mau kubebani padanya. Semakin lama aku ada untuknya, semakin aku mengejarnya maka semakin itu pula ia menjauh. Ternyata segala permasalahannya perlahan telah hilang dan itu bukan karena aku.

Aku tak tau apa lagi yang kunanti saat itu, tujuanku perlahan hilang beserta harapanku. Kata demi katanya menyayat hatiku seakan melemparku ke bara api panas, perlahan mati dan menyakitkan. Aku perlahan merelakannya yang telah bahagia, karena itu tujuanku selama ini, tapi satu hal yang aku sangat takuti, untuk kehilangan cintaku untuknya yang selama ini kucari.

Hidupku serasa hampa, tak berarti, hari-hariku berlalu begitu saja tanpa kusadari. Teman-teman datang silih berganti menghiburku, tetapi aku tetap tak mau merelakan cintaku untuknya. Aku tau dia sudah pergi, tapi biarkan aku menjaga perasaan ini. Biarkan aku jaga semua kenangan ini, yang takkan terulang kembali.

Kini ia datang disini, raganya kembali datang, tapi hatinya sudah tak lagi dibawanya. Aku berusaha menahan untuk berlaku biasa padanya, tapi ketika melihatnya, semua ingatan begitu lancar terbongkar, semua yang kubendung untuk melupakannya seketika hancur berantakan, dan aku tak bisa menahan laju air mata yang mengalir tak tertahan. Aku peluk dia, dan ia berusaha meyakinkan aku untuk merelakan.

Setiap melihatnya hatiku tenang, setiap ketawanya membangkitkan senyuman. Aku benar-benar nyaman bersamanya walaupun sebagai teman, meskipun disatu sisi aku sakit melihat senyumannya bertukar pesan pada pasangannya. Ia berjanji padaku takkan meninggalkanku, dan akan berada bersamaku, walau hanya sebagai teman sampai aku menemukan penggantinya. Ia berkata padaku “jika aku jadi kamu, aku kan bersamanya hingga waktunya tiba, berusaha bersama-sama walaupun bukan siapa-siapa karena dengan bersamanya membuatku tenang”. “mau bagaimanapun kamu aku tetap seperti ini, seperti aku yang dulu”

Hari-hariku kembali berwarna bersamanya, semangatku kembali tumbuh dan tujuanku kembali ku bangun. Aku akan terus bersamanya, mengejar cita-cita bersama seperti dulu, ia ingin jadi sekertaris dan aku ingin segera bekerja diperusahaan migas dan ingin terus menulis, aku mulai tak memikirkan ia punya pasangan atau tidak yang penting sekarang adalah untuk mencapai cita-cita kami bersama seperti dulu. Aku tau aku takkan bisa mendapatkannya kembali, aku tau aku akan berpisah dengannya, aku tak mau merebutnya dari pasangannya, tapi izinkan aku bersamanya hingga kami mencapai cita-cita kami tanpa perlu memikirkan hal lain seperti dulu.

Tapi kesenangan itu tak berlangsung lama, setiap hanya ada kami berdua, kami terus bersama tanpa memperdulikan siapapun, terus membicarakan bagaimana menggapai cita-cita kami, serasa dia yang dulu telah kembali. Tetapi ketika ia bersama teman-temannya, ia memandangku lain, seakan jijik denganku dan berusaha tak memperdulikanku. Seakan-akan ia berkata, “aku terpaksa menjalani ini, karena aku kasian denganmu yang tak bisa melupakanku, aku tak sudi bersamamu”. Aku tau, ia tidak mau dipandang jelek oleh teman-temannya karena masih dekat denganku, tapi yang ingin kukatakan padanya adalah “sejak kapan ia memperdulikan orang lain? Apakah perbedaan yang kami jalani dahulu kita tak perduli dengan pendapat orang lain?”. AKu tau posisiku, aku tau siapa aku sebenarnya, aku takkan merebutmu darinya, tapi izinkan aku bersamanya dan tak memikirkan semua ini untuk terus mengejar cita-cita kami bersama. Aku samapai sekarang tak memperdulikan apa kata orang “cowo brengsek yang meniggalkan pacarnya”, “cowo yang tak punya harga diri mengejar cewe sampai segitunya”, “cowo yang gak konsisten”, aku tau mereka tak mengerti, karena mereka tak pernah berada diposisiku dan aku lakukan demi masa depan kami.

Aku seperti gelombang air laut, terkadang naik, terkadang turun melihat sikapnya padaku. Terkadang ia berubah jadi dirinya yang dulu terkadang ia berubah jadi pembunuh yang menikamku secara tiba-tiba. Ia membahas cowonya, bagaimana besarnya ia sayang pada cowonya, bagaimana perhatiannya cowonya, betapa pencemburunya cowonya dan aku hanya bisa bersabar dan terus mengingat tujuanku yang sebenarnya. Terkadang ia berusaha menegarkanku, “sudah gak usah diingat, kita jalanin aja, pasti kamu kuat” Ia tau betapa sakitnya berada diposisiku karena ia pernah mengalaminya bersama cinta pertamanya. Tersiksa tak bisa tidur, tersisa tak bisa makan, tersiksa perasaan, tapi mengapa ia lakukan semua itu padaku. Ketika ia baik padaku, perhatian padaku, aku jadi bersemangat, makan terasa nikmat sekali, dan tidur menjadi hal yang kunantikan, tapi ketika ia sudah jahat, semuanya bisa mendadak berubah.

Sampai suatu ketika di sabtu sore, aku sedang berkumpul bersama teman-temanku, berusaha kembali bahagia. Semangkuk pangsit hangat siap untuk ku santap. Seharian aku tak mendengar kabar darinya, aku katakan padanya “kok ga ada kabar, kok chatku diread aja? pasti lagi chattan sama cowomu terus ya?”. Dan satu kalimatnya yang benar-benar menamparku “iyalah namanya juga pacar, sayang banget ga bisa ketemu sudah gitu jauh lagi L). Saat itu suasana hatiku mendadak berubah.

Aku tak tau maksud sebenarnya itu apa, apa yang diinginkannya, pikirannya selalu berubah-ubah. Dia bilang, “mau bersamaku hingga saat-saat terakhir”, ia bilang “mau bagaimanapun kamu aku tetap aku yang dulu”. Tapi kenapa ia tak bisa menjaga perasaanku. Aku tau tempatku aku tau tujuanku, tapi kenapa ia selalu berubah-ubah, ia tau betapa besarnya dan tulusnya aku sayang padanya, dan aku sedang berjuang mengikhlaskannya, aku sedang berjuang mencapai cita-cita kami berdua, dan ia tau ia pernah berada diposisiku dan tau betapa sakitnya aku. Tapi kenapa ia masih lakukan ini padaku? Aku sudah berusaha tak memperdulikan cowonya, aku hanya ingin menjalaninya seperti dulu, aku tau statusku apa tak perlu lagi ia mengingatkanku.

Disaat itu aku sadar, aku takkan mampu bila terus seperti ini….

Keesokan harinya, aku telah berjanji padanya untuk membantunya mempersiapkan segala kebutuhannya untuk melamar pekerjaan. Aku akan menepati setiap janjiku padanya setiap hal yang kuucapkan padanya. Ia sadar ada yang berubah padaku, ia sadar aku sakit hati akan sikapnya. Dan ia malah bertanya padaku "kamu kenapa ? kamu mau menyerah ? mau bagaimanapun kamu aku tetap kayak gini aja kok". disitu aku benar-benar muak dengan semuanya, tak ada satupun katanya yang bisa kupegang, tak satupun katanya yang sesuai dengan ucapannya, ia bisa berubah secapar angin meniupnya. Dalam hatiku aku berkata  "menyerah ? kamu tau selama ini aku berjuang, selama ini aku melakukan yang terbaik, aku coba menjadi seperti yang kamu bilang padaku, bersamamu hingga saat-saat terakhir, tapi apakah ini caramu ?". ia sangat perhatian padaku pada hari itu, dan perlahan aku mulai sadar, ini bukan tujuanku sebenarnya, jika terus begini aku akan tetap begini, memang bahagia bersamanya, tapi sakit hati ini terus mengikuti setiap kebahagiaan itu.

Aku ucapkan satu kata yang benar-benar menyakitinya, aku tau ia akan marah, tapi aku sudah tak sanggup lagi dengan semuanya. "ingat cowomu". seketika itu pula ia berubah lagi, seakan-akan ia membuatku sangat hina dekat dengannya.  "aku lakuin ini semua buat kamu, aku kasian sama kamu, aku mau berbuat baik sama kamu tapi kamu tolak, yaudah aku sampai sini aja ya bantuin kamu, aku sudah dipandang kegatelan sama anak-anaknya"

Disitu aku berusaha mengingat apa yang sebenarnya terjadi, dan menganalisa jalan pikirannya. Memang benar, cewe itu adalah manusia yang paling rumit, tak ada yang dapat mengetahuinya walaupun dengan rumus matematika. Kini aku berharap, ia bahagia dengan dunianya, dan aku terus berdoa untuknya dan untukku agar dikuatkan langkahku, ditegapkan badanku, dan di tegarkan hatiku, dan perlahan pergi meninggalkannya.

Suatu malam "mau bagaimanapun kamu aku tetap begini, aku tak memperdulikan pacaran, yang aku pikir bagaimana masa depanku"

Suatu malam "jika aku jadi kamu, aku bakalan ada buat dia sampai detik-detik terakhir dan melihatnya bahagia"

Suatu malam dipinggri pantai "aku tak mau memikirkan pacaran, mau kamu punya cowo apa tidak, aku ingin kita menggapai cita-cita kita, aku tau kita akan berpisah dan aku takkan merebutmu dari dia" "aku sering mendengar lagu kita berdua dulu, dan aku sering menangis mengingatnya"

Suatu siang "kamu kenapa ? kamu mau menyerah ? aku tetap begini aja kok"

Suatu sore "terimakasih telah niat membantuku, aku akan lakukan semuanya sendiri, terimakasih atas jasamu dan aku takkan melupakannya "
Share:

0 comments:

Post a Comment

BTemplates.com

@iksansyahputra. Powered by Blogger.

WIRELINE LOGGING VS LOGGING WHILE DRILLING (LWD)

Holla amigos, Kali ini aku mau bahas nih mengenai metode logging antara wireline logging (tua dan bersejarah) degan Logging While Drilling ...

Total Pageviews

Search This Blog

Blog Archive