Friday, April 21, 2017

Talk to Heaven

1
22 April 2017
                Aku berjalan perlahan dengan kondisi basah, membuka pintu rumahku yang saat ini kosong tak ada satupun orang didalamnya, rumah tak begitu besar dan tak begitu rapi, tapi setidaknya ini adalah tempatku untuk kembali dari kesibukan dunia. Aku lepaskan pakaianku dan kukeringkan badanku yang diterpa hujan sepanjang jalan. Aku duduk termenung, diam sambil menarik nafas panjang disela-sela kecamuk pikiran, memikirkan apa yang selanjutnya akan terjadi.
                Pikiranku saat ini bingung, kosong, dan sendiri. Membayangkan kesendirian ini yang akan kujalani membuat aku takut untuk melewati. Aku berdiri, melawan kecamuk pikiran yang tak berhenti, cerita ini tak boleh mati sampai disini. Kusingkirkan barang-barang yang berserakan diatas mejaku, mengambil notebook dan mulai menuliskan apa yang ada dikepalaku saat ini.
                Ini hanyalah sebuah cerita cinta, derita dan realita yang aku jalani hingga saat ini, aku tak tau bagaimana akan berakhir karena cerita masih berlangsung dan memaksaku untuk menjadi pemeran dalam cerita ini. Aku tak tau apakah aku adalah pemeran protagonis ataupun antagonis, kalianlah yang berhak menilai. Ingin rasanya aku menemukan buku cerita hidupku yang telah rampung, mengenai masa depanku yang masih misteri, akan kubaca dan kuajak bercerita bagaimana selanjutnya hidup ini akan terjadi.
                Cerita cinta yang ku bangun selama ini akan segera berakhir dalam hitungan hari, ini adalah detik-detik perpisahan yang berat ku jalani. 3 tahun 5 bulan adalah waktu yang kami tempuh bersama dan baru saja kami rayakan hari jadi kami kemarin dengan penuh senyuman dihati kami. Dan akan kami hancurkan dengan sangat keras hingga hancur berantakan tak tersisa lagi.
                Kesendirian ini benar-benar menyiksa, dan aku putuskan untuk membagi beban ini pada sebuah tulisan. Akan kutuliskan bagaimana semua bermula, bagaimana semua berlangsung, dan akulah yang menyaksikan dan mengalaminya. Bagi siapa pun kalian yang membaca tulisan ini, aku mohon untuk berbicara denganku, menuliskan komen kalian atau menghubungi emailku. Aku benar-benar butuh teman saat ini. Aku tau blogku tak seramai blog lain, tapi aku kan menunggu kalian, untuk mengajakku berbicara, berbagi kepedihankan yang kurasakan ini. 
                Dan bagi kekasihku, aku akan memaksa pikiran ini untuk mejauhimu, jika itu membuatmu bahagia dan lepas dari kekanganku. Tapi aku takkan pernah melupakanmu, dan biarkan kamu tetap hidup dari bagian cerita ini. Dan berharap namamu tak lebih dari sebuah coretan di sebuah kertas putih yang akan kurangkai dalam bingkai kehidupanku.

Ini dimulai ketika 8 tahun yang lalu…
Share:

Thursday, February 23, 2017

Sabar Menyayat Hati

Ketika cinta dipertemukan dengan sebuah masalah maka akan menimbulkan kesabaran. Itulah yang aku lakukan saat itu. Menunggu dan menanti adalah sebuah hal yang tak asing lagi, hanya harapan yang membuatku hidup. Harapan untuk melihat senyumannya kembali.

Tetapi semakin dalam aku larut akan kesabaran, maka semakin dalam aku sakit, semakin dalam aku tenggelam, semakin lama aku mencapai permukaan. Tapi itulah cinta, kadang membuatmu semangat dan tak terkalahkan dan terkadang ia memperlakukanmu seperti pecundang.

Lima bulan aku berpisah dengannya, dia jauh diseberang kota yang tak pernah aku pijakan kaki disana. Dikota kelahirannya, dikota asalnya, dimana semua kenangan masa kecilnya tersimpan. Aku disini menuggunya, bukan hanya terpisah jarak, tapi perlahan-lahan hati kami juga mulai berpisah. Sebulan aku telah mengakhiri perjalanan cinta dengannya, aku masih tetap menantinya, menghiburnya, memberikan perhatian padanya dan berharap raga kami akan bersama suatu saat nanti.

Aku tau ia jauh disana, kesepian, banyak masalah, hidupnya membosankan, dan berbagai hal lain yang membuatnya muak akan semua itu. Aku coba untuk ada disisinya, aku coba untuk bersama dengannya menghadapi semua permasalahannya, walaupun aku juga mempunyai permasalahnku sendiri yang tak mau kubebani padanya. Semakin lama aku ada untuknya, semakin aku mengejarnya maka semakin itu pula ia menjauh. Ternyata segala permasalahannya perlahan telah hilang dan itu bukan karena aku.

Aku tak tau apa lagi yang kunanti saat itu, tujuanku perlahan hilang beserta harapanku. Kata demi katanya menyayat hatiku seakan melemparku ke bara api panas, perlahan mati dan menyakitkan. Aku perlahan merelakannya yang telah bahagia, karena itu tujuanku selama ini, tapi satu hal yang aku sangat takuti, untuk kehilangan cintaku untuknya yang selama ini kucari.

Hidupku serasa hampa, tak berarti, hari-hariku berlalu begitu saja tanpa kusadari. Teman-teman datang silih berganti menghiburku, tetapi aku tetap tak mau merelakan cintaku untuknya. Aku tau dia sudah pergi, tapi biarkan aku menjaga perasaan ini. Biarkan aku jaga semua kenangan ini, yang takkan terulang kembali.

Kini ia datang disini, raganya kembali datang, tapi hatinya sudah tak lagi dibawanya. Aku berusaha menahan untuk berlaku biasa padanya, tapi ketika melihatnya, semua ingatan begitu lancar terbongkar, semua yang kubendung untuk melupakannya seketika hancur berantakan, dan aku tak bisa menahan laju air mata yang mengalir tak tertahan. Aku peluk dia, dan ia berusaha meyakinkan aku untuk merelakan.

Setiap melihatnya hatiku tenang, setiap ketawanya membangkitkan senyuman. Aku benar-benar nyaman bersamanya walaupun sebagai teman, meskipun disatu sisi aku sakit melihat senyumannya bertukar pesan pada pasangannya. Ia berjanji padaku takkan meninggalkanku, dan akan berada bersamaku, walau hanya sebagai teman sampai aku menemukan penggantinya. Ia berkata padaku “jika aku jadi kamu, aku kan bersamanya hingga waktunya tiba, berusaha bersama-sama walaupun bukan siapa-siapa karena dengan bersamanya membuatku tenang”. “mau bagaimanapun kamu aku tetap seperti ini, seperti aku yang dulu”

Hari-hariku kembali berwarna bersamanya, semangatku kembali tumbuh dan tujuanku kembali ku bangun. Aku akan terus bersamanya, mengejar cita-cita bersama seperti dulu, ia ingin jadi sekertaris dan aku ingin segera bekerja diperusahaan migas dan ingin terus menulis, aku mulai tak memikirkan ia punya pasangan atau tidak yang penting sekarang adalah untuk mencapai cita-cita kami bersama seperti dulu. Aku tau aku takkan bisa mendapatkannya kembali, aku tau aku akan berpisah dengannya, aku tak mau merebutnya dari pasangannya, tapi izinkan aku bersamanya hingga kami mencapai cita-cita kami tanpa perlu memikirkan hal lain seperti dulu.

Tapi kesenangan itu tak berlangsung lama, setiap hanya ada kami berdua, kami terus bersama tanpa memperdulikan siapapun, terus membicarakan bagaimana menggapai cita-cita kami, serasa dia yang dulu telah kembali. Tetapi ketika ia bersama teman-temannya, ia memandangku lain, seakan jijik denganku dan berusaha tak memperdulikanku. Seakan-akan ia berkata, “aku terpaksa menjalani ini, karena aku kasian denganmu yang tak bisa melupakanku, aku tak sudi bersamamu”. Aku tau, ia tidak mau dipandang jelek oleh teman-temannya karena masih dekat denganku, tapi yang ingin kukatakan padanya adalah “sejak kapan ia memperdulikan orang lain? Apakah perbedaan yang kami jalani dahulu kita tak perduli dengan pendapat orang lain?”. AKu tau posisiku, aku tau siapa aku sebenarnya, aku takkan merebutmu darinya, tapi izinkan aku bersamanya dan tak memikirkan semua ini untuk terus mengejar cita-cita kami bersama. Aku samapai sekarang tak memperdulikan apa kata orang “cowo brengsek yang meniggalkan pacarnya”, “cowo yang tak punya harga diri mengejar cewe sampai segitunya”, “cowo yang gak konsisten”, aku tau mereka tak mengerti, karena mereka tak pernah berada diposisiku dan aku lakukan demi masa depan kami.

Aku seperti gelombang air laut, terkadang naik, terkadang turun melihat sikapnya padaku. Terkadang ia berubah jadi dirinya yang dulu terkadang ia berubah jadi pembunuh yang menikamku secara tiba-tiba. Ia membahas cowonya, bagaimana besarnya ia sayang pada cowonya, bagaimana perhatiannya cowonya, betapa pencemburunya cowonya dan aku hanya bisa bersabar dan terus mengingat tujuanku yang sebenarnya. Terkadang ia berusaha menegarkanku, “sudah gak usah diingat, kita jalanin aja, pasti kamu kuat” Ia tau betapa sakitnya berada diposisiku karena ia pernah mengalaminya bersama cinta pertamanya. Tersiksa tak bisa tidur, tersisa tak bisa makan, tersiksa perasaan, tapi mengapa ia lakukan semua itu padaku. Ketika ia baik padaku, perhatian padaku, aku jadi bersemangat, makan terasa nikmat sekali, dan tidur menjadi hal yang kunantikan, tapi ketika ia sudah jahat, semuanya bisa mendadak berubah.

Sampai suatu ketika di sabtu sore, aku sedang berkumpul bersama teman-temanku, berusaha kembali bahagia. Semangkuk pangsit hangat siap untuk ku santap. Seharian aku tak mendengar kabar darinya, aku katakan padanya “kok ga ada kabar, kok chatku diread aja? pasti lagi chattan sama cowomu terus ya?”. Dan satu kalimatnya yang benar-benar menamparku “iyalah namanya juga pacar, sayang banget ga bisa ketemu sudah gitu jauh lagi L). Saat itu suasana hatiku mendadak berubah.

Aku tak tau maksud sebenarnya itu apa, apa yang diinginkannya, pikirannya selalu berubah-ubah. Dia bilang, “mau bersamaku hingga saat-saat terakhir”, ia bilang “mau bagaimanapun kamu aku tetap aku yang dulu”. Tapi kenapa ia tak bisa menjaga perasaanku. Aku tau tempatku aku tau tujuanku, tapi kenapa ia selalu berubah-ubah, ia tau betapa besarnya dan tulusnya aku sayang padanya, dan aku sedang berjuang mengikhlaskannya, aku sedang berjuang mencapai cita-cita kami berdua, dan ia tau ia pernah berada diposisiku dan tau betapa sakitnya aku. Tapi kenapa ia masih lakukan ini padaku? Aku sudah berusaha tak memperdulikan cowonya, aku hanya ingin menjalaninya seperti dulu, aku tau statusku apa tak perlu lagi ia mengingatkanku.

Disaat itu aku sadar, aku takkan mampu bila terus seperti ini….

Keesokan harinya, aku telah berjanji padanya untuk membantunya mempersiapkan segala kebutuhannya untuk melamar pekerjaan. Aku akan menepati setiap janjiku padanya setiap hal yang kuucapkan padanya. Ia sadar ada yang berubah padaku, ia sadar aku sakit hati akan sikapnya. Dan ia malah bertanya padaku "kamu kenapa ? kamu mau menyerah ? mau bagaimanapun kamu aku tetap kayak gini aja kok". disitu aku benar-benar muak dengan semuanya, tak ada satupun katanya yang bisa kupegang, tak satupun katanya yang sesuai dengan ucapannya, ia bisa berubah secapar angin meniupnya. Dalam hatiku aku berkata  "menyerah ? kamu tau selama ini aku berjuang, selama ini aku melakukan yang terbaik, aku coba menjadi seperti yang kamu bilang padaku, bersamamu hingga saat-saat terakhir, tapi apakah ini caramu ?". ia sangat perhatian padaku pada hari itu, dan perlahan aku mulai sadar, ini bukan tujuanku sebenarnya, jika terus begini aku akan tetap begini, memang bahagia bersamanya, tapi sakit hati ini terus mengikuti setiap kebahagiaan itu.

Aku ucapkan satu kata yang benar-benar menyakitinya, aku tau ia akan marah, tapi aku sudah tak sanggup lagi dengan semuanya. "ingat cowomu". seketika itu pula ia berubah lagi, seakan-akan ia membuatku sangat hina dekat dengannya.  "aku lakuin ini semua buat kamu, aku kasian sama kamu, aku mau berbuat baik sama kamu tapi kamu tolak, yaudah aku sampai sini aja ya bantuin kamu, aku sudah dipandang kegatelan sama anak-anaknya"

Disitu aku berusaha mengingat apa yang sebenarnya terjadi, dan menganalisa jalan pikirannya. Memang benar, cewe itu adalah manusia yang paling rumit, tak ada yang dapat mengetahuinya walaupun dengan rumus matematika. Kini aku berharap, ia bahagia dengan dunianya, dan aku terus berdoa untuknya dan untukku agar dikuatkan langkahku, ditegapkan badanku, dan di tegarkan hatiku, dan perlahan pergi meninggalkannya.

Suatu malam "mau bagaimanapun kamu aku tetap begini, aku tak memperdulikan pacaran, yang aku pikir bagaimana masa depanku"

Suatu malam "jika aku jadi kamu, aku bakalan ada buat dia sampai detik-detik terakhir dan melihatnya bahagia"

Suatu malam dipinggri pantai "aku tak mau memikirkan pacaran, mau kamu punya cowo apa tidak, aku ingin kita menggapai cita-cita kita, aku tau kita akan berpisah dan aku takkan merebutmu dari dia" "aku sering mendengar lagu kita berdua dulu, dan aku sering menangis mengingatnya"

Suatu siang "kamu kenapa ? kamu mau menyerah ? aku tetap begini aja kok"

Suatu sore "terimakasih telah niat membantuku, aku akan lakukan semuanya sendiri, terimakasih atas jasamu dan aku takkan melupakannya "
Share:

Monday, February 20, 2017

Aku yang Hina

Manusia merupakan makhluk paling bandel didunia, ketika melakukan kesalahan, maka akan diulangi terus-menerus jika tidak ada keseriusan dalam berubah. Itulah aku, manusia yang hina tidak jera dengan peringatan dan terus melakukan kesalahan demi kesalahan. Cerita ini melanjutkan kisah “bersahabat dengan kematian”

Setelah diberi peringatan dengan hilangnya kemampuan berfikirku, aku memutuskan untuk membicarakannya langsung dengan pacarku. Itu merupakan hari yang terberat dalam hidupku apalagi dia sedang berada jauh dikampung halamannya. Cerita yang kurajut selama 3 tahun akan berakhir dalam beberapa menit. Aku benar-benar ingin membunuh perasaan kami, aku tak mau kami terus seperti ini, seakan-akan masa depan sudah tak ada lagi. Aku tau ini akan menjadi waktu yang berat buat aku dan dia.

Kata demi kata tertulis, aku benar-benar seperti hilang kontrol akan diriku, seakan-akan aku telah hilang kesadaran. Setiap kata yang kuungkapkan, pasti merobek hati kami berdua. Aku berusaha cuek bagaikan batu yang tak berperasaan. Aku tau dia menangis diujung sana, aku juga berusaha menahannya semampuku. Tapi aku tau ini takdir yang harus kita jalani, suka atau tidak suka akan tetap seperti ini. Dan akhirnya berakhirlah sudah.

Semua ini wajib kulakukan sebagai seorang laki-laki, seberat apapun keputusan itu jika itu terbaik harus dilakukan. Aku tak mau dia terpaku olehku terus, dan begitu pula aku, aku tak mau lagi membohongi keluarga, masa depan dan tuhanku dengan hubungan kami yang terus seperti ini, dan aku yakin hal yang sama dirasakannya diseberang sana.

Setiap jam berlalu, aku malah terus memikirkannya, bagaimana keadaannya, bagaimana kondisinya, dan bagaimana harinya. Aku berusaha memalingkan wajahku, seakan tak mau menatapnya, tapi apapun yang aku lakukan aku tak bisa membohongi hatiku jauh lebih dalam. Keesokan harinya aku bertanya serius padanya, dan sangat berharap jawaban yang kutunggu-tunggu selama ini. “kamu mau ikut denganku ngga?”. Dia menjawab seakan menamparku kembali “emang kamu mau nikahin aku?”. Ini  adalah pertanyaan yang aku tunggu, pernyataan yang akan kupertaruhkan apapun harganya. “iya” itu jawabku. Dan jawabannya yang menghancurkan hariku “haha san-san”. Aku tak tau harus bagaimana dan aku terus mengacuhkannya.

Aku tau dia sangat menyayangiku, sangat tulus padaku. Dia selalu menanyakan kabarku dan aku berusaha tak menghiraukannya. Aku tak tahu apa ini benar atau salah, ini baik atau buruk, karena aku sudah tak dapat lagi membedakannya. Kabar yang aku nanti adalah kabar darinya, tapi jika aku kembali pada kenyataan itu hanyalah sebuah harapan tanpa tujuan.

Seminggu telah berlalu, dan hari benar-benar terasa sangat berbeda tanpanya. Tanpa candanya, tanpa leluconnya, tanpa video callnya dan tanpa senyumannya. Sampai suatu malam, aku tau bahwa mamanya meninggal dunia. Seketika badanku panas, dan pada titik itulah aku berfikir aku harus ada untuknya. Aku coba hubungi dia, tapi dia menjawab seakan mengacuhkanku.

Esok harinya aku coba menelponnya, untuk menanyakan bagaimana kondisinya. Aku tau ini sangat berat baginya, tujuh hari sebelumnya dia kehilanganku dan sekarang dia kehilangan ibunya. Tapi ini semua terjadi begitu saja, aku tak dapat mencegahnya, seakan-akan begitu lancar mengalir seperti allah telah menuliskannya.

Aku berusaha kembali ada untuknya, berusaha menghiburnya, berusaha ada seolah aku disampingnya. Aku acuhkan apa yang terjadi padaku dulu, aku tak peduli jika allah menghukumku lagi, yang aku pikirkan adalah untuk bisa bersamanya, aku benar-benar kalah dengan perasaanku. Tapi aku merasa dia malah bertambah jauh, dan tambah terpuruk. Ingin rasanya aku menyusulnya kesana, tapi ia tidak mengizinkanku. Aku benar-benar tak bisa melihatnya seperti itu apa lagi jauh darinya.

aku kembali berulah, dan berusaha untuk mendapatkannya kembali kepelukanku. Aku tak bisa mengontrol bagimana perasaannya, aku jauh darinya itu sudah cukup menyiksaku, aku seakan-akan memaksanya untuk kembali padaku, karna aku tau perasaan itu masih ada dalam dirinya. Tapi dia sudah begitu jauh meninggalkanku karna aku tak ada disaat dia membutuhkanku.

Aku sempat berfikir, semua kejadian ini begitu rapi tersusun, disaat aku sakit aku memutuskannya dan disaat dia terpuruk aku tak ada untuknya. Semua kejadian demi kejadian terjadi yang membuat kami berdua semakin jauh. Allah seakan berbicara kepadaku “sudahlah kenapa kamu kembali seperti ini lagi, akan kututup semua jalanmu untuk kembali” tapi dengan egoku seperti menantangnya “tidak, aku bisa sama dia lagi, aku bisa seperti dulu lagi, aku mau menghabiskan waktuku bersama dia lagi, sampai waktunya”.

Hari demi hari berlalu, aku berikan perhatianku lebih untuknya. Berharap kita bisa mengulang semua 3 tahun yang lalu bersama. Aku sudah menyiapkan segala sesuatunya sampai ia kembali, semua gambaran tentang liburan, makan malam bersama sudah terancang didalam kepalaku. Akan tetapi dia terus mengacuhkanku seakan membuatku seperti tak lagi dikenalnya. Aku terus berusaha bertahan, melakukan yang terbaik untuknya, dan terus berusaha menghiburnya dari kejauhan. Sampai aku mengemis untuk dia pura-pura menganggapku, karena hanya kabar darinya yang saat ini menenangkanku.

Setiap kabarnya selalu kunanti setiap hari, selfinya selalu menenangkan hati. Walaupun pekerjaan berat dikantor dia seakan-akan menyemangatiku dari kejauhan. Memang kami sering bertengkar, dan aku selalu sabar dan hanya mengelus dada, aku tak boleh egois saat ia lagi jatuh, aku harus perlahan mengangkatnya kembali. Setiap perkelahian dengannya terkadang membuatku frustasi, kerjaan semakin menumpuk, projek yang tidak jalan dan terus memikirkannya sangat menguras tenaga. Tapi aku terus bersabar menjalani, karena dia adalah harapanku yang suatu saat akan kembali.

Aku tau kehidupannya disana sangat membosankan, jauh dari kota dan teman-teman yang harusnya menghiburnya. Aku mengirimkan berbagai macam permainan untuknya, agar dia bisa menghibur dirinya sediri dulu sementara waktu selagi aku tidak ada. Aku pesankan ia sebuah makanan yang ia suka, dia sudah cukup kembali tenang, stiker-stiker linenya membuatku bahagia, hanya membayangkan ceria wajahnya dari benak pikiran.

hari demi hari aku coret dari tanggalanku, Tinggal beberapa hari lagi untuk kami saling bertemu, hari yang telah lama aku nantikan. Aku ingin berbicara langsung padanya mengenai semua ini dan bagaimana kita kedepannya. Tapi pagi itu terasa aneh, seperti ada yang mengganjal dihati mengenai tingkahnya yang berubah akhir-akhir ini. Dulu masih terlontar rasa kangen darinya, rasa sayang darinya walaupun tidak sebesar dulu, tapi kini hal itu tak tersisa tanpa bekas. Aku mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi padanya oleh teman dekatnya, aku berusaha menenangkan pikiranku dan semua bebanku pada hari itu.

Sampai suatu ketika di sore hari..

Teman dekatnya datang menghampiriku, memberitahukanku akan pahitnya kenyataan. Aku sudah menduganya, tapi berpura-pura tidak mengetahuinya. Gadis manja yang 3 tahun bersamaku sekarang bukan lagi milikku. Air mata sudah tak bisa kutahan, aku tak bisa berpura-pura menjadi orang yang kuat lagi, semua pikiranku kacau, rencanaku berantakan, dan sekarang harus membayangkan dia bersama orang lain. Ini merupakan hari terberat dalam hidupku mengetahui semuanya yang kuanggap palsu. Tapi seolah-olah kenyataan terus menamparku untuk menyadarkanku dari harapan palsu.

Aku ambil handphone disakuku, berusaha memastikan kabar langsung darinya. Badan lemas, tangan bergetar dan air mata yang terus mengalir tidak dapat lagi kucegah. Aku benar-benar hancur dengan semua kenyataan. Dia menjawabku diseberang sana, suara yang aku kenal, suara yang aku tunggu berbicara padaku. Dia saat itu sedang sakit, aku tidak bisa apa-apa karna kita berada jauh terpisah. Kuberanikan diri untuk menanyakan padanya mengenai kabar yang mengusik ketenanganku ini. Dan kabar itu ternyata hidup dan seakan-akan mencekikku perlahan-lahan

Perasaan tenang dicampur gelisah sudah tak bisa kubedakan. suaranya sangat menenangkanku, tapi disaat aku tau suara itu bukan lagi untukku, aku hanya bisa menangis pilu, bagaikan seorang bayi yang tak bisa berbuat apa-apa. kenyataan demi kenyataan terus menamparku, dia memberitahuku sudah cukup lama menjalani dengan kekasih barunya, ia sering jalan keluar tiap malam, sering bersama-sama dan sampai mereka berkomitmen untuk berhubungan yang lebih serius. Aku benar-benar tak bisa membayangkan semua ini, aku yang dari dulu 3 tahun bersamanya ingin menjalani lebih serius dengannya kini telah hilang. Dan dia hanya berjalan beberapa hari telah bisa melakukan komitmen yang selama ini ingin kubangun bersamanya. Aku coba atur nafasku, menghentikan tangisku, menegakkan punggungku dan menegaskan suaraku serta berkata “selamat ya, maaf aku tidak bisa seperti itu”

Gadis yang menyayangiku kini sudah tidak ada lagi, setiap kenangan yang aku ingat sekarang terganti dengan orang lain didalamnya. Kenapa semua begitu cepat, kenapa semua tak bisa kuhentikan, aku bagaikan sampah yang tak berguna. Aku coba untuk tidak lagi mengingatnya, tapi seakan-akan semua ini datang dan terus berbisik ditelingaku. Malam itu sungguh sangat menyiksaku, tidak bisa memejamkan mataku karna dihantui dengan gambaran-gambaran dia dengannya. Percayalah kamu tak akan menginginkannya, disaat orang lain sedang tertidur pulas, hanya kamu yang tersisa sendirian melihat detik-detik jam untuk menunggu pagi datang lebih cepat.

Setiap hari berlalu, tak sedikitpun perasaan ini hilang. Orang yang aku tunggu kini takan pernah lagi datang, aku seperti tak ada tujuan mengenai apa yang akan aku lakukan. Aku benar-benar tak bisa mengubahnya, perasaan bersalah tiap hari menghantuiku, mengapa aku memutuskannya, tetapi setiap aku menyalahkan diriku tetap saja waktu tak bisa kuputar. Semua telah terlambat, disaat aku ingin memperbaiki semuanya waktu tak lagi mengizinkannya. Yang paling menyakitkan adalah ia tak menganggap ketulusanku selama ini, ia menganggapku begitu mudahnya melepaskannya, aku lakukan semuanya karena terpaksa, aku tak mau diberikan cobaan yang lebih berat lagi disatu sisi aku sangat menyayangi dia. Aku telah berusaha yang terbaik untuknya selama ini, aku korbankan apapaun untuknya, biarlah aku diuji sebesar apa pun dan berusaha tak lagi memperdulikan kenyataan demi mempertahankan senyumannya yang hanya untukku seorang.

Aku benar-benar seperti mayat hidup, yang tak tau mau kemana, hanya berusaha mengikuti arus berharap menuju hilir yang lebih baik. Aku merasa menjadi manusia yang sangat hina, aku jauh dari allah kemudian aku mencampakkannya kembali, aku menjauhi gadisku dan aku mengejarnya kembali dan sekarang aku tak punya tempat untuk kembali.

Setiap hari aku semakin sadar, inilah waktuku untuk benar-benar kembali kepada-Nya. Semua rencanaku tak berlaku sama-sekali, karena Ia sebaik-baiknya perencana. Aku tak mempunyai pilihan mundur, hanya terus maju kedepan, setiap melihat kebelakang tersisa hanyalah kenangan yang tak lagi untuk kusimpan. Aku merasa sangat hina, seperti allah adalah pilihan yang kedua, aku tak pernah sadar sampai Ia benar-benar menghempaskanku ketanah.

Aku tau ini adalah takdir dan tidak ada yang salah antara aku dan dia. Aku yang pertama mencoba untuk tegas hanya terus berputar-putar demi mencari ketenangan. Dia benar-benar wanita yang tegas, komitmennya menyadarkanku berulang kali. Kini dia telah menjalani hidupnya yang baru dengan yang lain, berusaha meninggalkan semuanya, dan aku berusaha menjalin kembali hubungan dengan tuhanku agar diberi kekuatan untuk melupakannya.

Kini hanya sisa satu harapanku, harapan yang tidak bisa kuraih selain menggantungkan semuanya disisi-Nya. Aku hanya bisa berharap ia diberi hidayah, agar ia bisa mencapai ketenangan hidup dunia dan akhirat. Doaku hanya satu “jika ia adalah jodohku, maka dekatkanlah dan bukakan hatinya menuju jalan-MU, dan jika ia bukan jodohku maka jauhkanlah dan berikan kekuatan pada hati kami, Engkau adalah zat yang memiliki hati setiap manusia”

Ini adalah pengalamanku tentang cinta, pengalaman pertama dengan gadis yang benar-benar kusayang. Kami tau bahwa ini akan berakhir cepat atau lambat, dan apapun alasannya akan tetap seperti ini. Kami tau tak ada jalan lain buat kami hingga kami berkomitmen untuk meninggalkan semua kisah itu. Tapi sampai saat itu kami belum tahu bagaimana kami berpisah, dan akhirnya adalah seperti ini. Satu pesanku mengenai kisah ini, “jalanilah cinta dengan keseriusan, bukan untuk permainan ataupun tempat persinggahan”
Share:

Sunday, February 19, 2017

Pembunuh Tak Berperasaan

Banyak orang berkata, “cinta itu buta” aku hanya tertawa karena hal ini tidak ada dalam kamusku. Banyak orang-orang melakukan hal gila hanya demi cinta, menyayat tangannya untuk menuliskan nama pasangannya, berkelahi dengan seseorang yang merebut kekasihnya, hingga menantang maut. Tapi semua itu berubah ketika aku bertemu dengannya.

Aku adalah orang yang sulit untuk jatuh cinta, dari masa SMP hingga SMA, aku hanya menyukai satu orang gadis saja yang sangat kupuja yaitu “gadis berbando hitam”. Aku pikir aku tidak bisa menyayangi seseorang kalau bukan dia. Banyak wanita yang datang dan pergi dalam hidupku, dan hanya lewat begitu saja. Aku seperti pemain cinta yang tak berperasaan. Sudah kukatakan berulang kali sebelum merajut sebuah cerita, “kita jalani dulu” karena aku butuh waktu dan cara untuk belajar mencinta. Tetapi hubungan-hubungan itu tak berlangsung lama, karena aku tak dapat melupakan gadis berbando hitam.

Hingga sampai saatnya masuk kuliah, aku sangat takut aku tak bisa menyukai seseorang kalau bukan gadis itu. Aku benar-benar tak bisa melupakan senyumannya yang terus terngiang didalam otakku, seperti merasa dia adalah separuh aku, dan tulang rusukku. Hingga pada akhirnya aku bertemu dengan wanita berambut gelombang. Dia memang cantik dan rupawan, tapi aku tak bisa menyukai orang begitu saja.

Aku mulai dekat dengannya, dari teman hingga sahabat. Aku ceritakan semua tentang aku padanya, termasuk gadis berbando hitam. Ia juga menceritakan bagaimana perjalanan cintanya, bagaimana ia dekat dengan seseorang akhir-akhir ini dan memintaku untuk memberikan saran padanya. Semakin lama, kami semakin dekat, ia mulai mengejekku dan kami saling melempar ejekkan satu sama lain. Dia gadis yang benar-benar cuek, tapi ialah sahabat terbaikku saat itu.

Seiring berjalannya waktu, kami bagaikan sepasang prangko yang tak terpisahkan. Banyak yang mengira kami menjalin hubungan asmara, tapi kami selalu menyangkalnya, karena kami berbeda agama. Kami seperti telah digariskan tuhan untuk bersama, kami selalu mendapat tugas kelompok bersama, jadi panitia acara bersama, dan organisasi yang sama. Dan saat itulah aku merasa ada perasaan berbeda dengannya, seperti pepatah kuno mengatakan, “tidak mungkin ada persahabatan antara laki-laki dan wanita jika tidak dibumbui dengan perasaan”

Kami merupakan mahasiswa geologi, dan pada kelas yang sama. Banyak pertualangan yang kami lakukan dalam menyusuri alam bersama, untuk memenuhi tugas kuliah. Aku berusaha tampak keren dan kuat, agar terlihat bak superhero dimatanya. Tapi yang malah kuperlihatkan hanyalah kekonyolan yang selalu membuatnya tertawa. Meskipun terik saat menyusuri hutan, tapi kami menikmatinya, aku menjaganya dan memberikan perhatian lebih padanya. Dan aku tau dia mulai merasa ada yang berbeda diantara kita.

Beberapa bulan berlangsung, namaku dan nama dia semakin menyatu. Disaat ada aku, pasti ada dia yang menemani. Hingga suatu malam saat kami camping bersama, dia yang menemaniku kemana-mana. Disaat aku ingin buang air kecil, ia menemaiku dari luar seraya menerangiku dengan lampu senternya. Disaat dia ingin keluar saat malam, aku selalu menemaninya karena khawatir tentangnya. Kami selalu berbuat hal gila bersama-sama, aku menggendongnya dimalam itu, aku tak tahu kenapa seakan ingin memeluknya.

Dipagi hari yang tak terduga, seperti biasa kami sering melempar ejekan dalam pesan singkat yang kami tulis, ia mengejekku karena diduai oleh gadis yang sedang dekat denganku, dan aku mengejeknya karena ia dibuat ilfil oleh gebetannya yang sedang ia jalani. Sampai suatu ketika secara tak sadar aku berkata, “jadian yok”, itu merupakan kata-kata yang keluar begitu saja, tak terpikirkan, dan tak terduga. Dan ia berkata, “ayok”, itulah merupakan awal dari perjalanan cintaku yang baru.
Hidup menjadi lebih berwarna semenjak ada dia, kemana kakiku melangkah, dia selalu menemaniku seraya menggandengku dan memberikan semangat. Dan akupun begitu untuknya, berusaha untuk menerobos badai bersama-sama. Semakin keras badai menerpa, semakin keras kami berakar. Berbagai masalah membuat kami semakin kuat dan tak terkalahkan.

Kami semakin nyaman berdua, dan ia semakin gila menyayangiku dan begitupun aku. Dia katakan padaku mau mencoba mengikuti agamaku, dan aku sangat menantinya. Tetapi seiring berjalannya waktu ia berubah pikiran, dan mengatakan suatu saat nanti kami harus berpisah, aku tau sangat berat berada diposisinya antara keluarga, Tuhan dan cinta. Ia katakan padaku takkan menjalin cinta sebelum aku menemukan cinta yang baru. Ia katakan padaku takkan mau menikah jika tidak bersamaku. Aku tak tau ini kabar baik atau buruk, karena pasti suatu saat kami akan berpisah dan ini sangat membebaniku. Aku tak mau melihat masa depannya mati karenaku.

Sampai suatu ketika gadis berbando datang menghampiri, dan disitu aku harus memilih gadis yang dulu kupuja atau ketulusan yang telah kudapat. Aku tau ini merupakan kesempatan emas yang aku tunggu-tunggu selama ini, gadis yang memberiku semangat dari kejauhan yang selalu kunanti. Terbayang sudah masa depan yang akan kujalani dengannya. Tapi aku tak bisa meninggalkan gadis berambut gelombang yang memberiku banyak kasih dan ketulusan. Aku tak mau melihatnya sakit dan tak mau melihatnya sedih. Tapi aku tau kami tak memiliki masa depan yang baik karena kami berbeda pondasi agama. Disinilah aku harus memilih, dan bodohnya hatiku memilih dia yang telah memberiku ketulusan selama ini.

Aku tau dia sangat menyayangiku, dan dia tak pernah tau dibalik kecuekan yang kusimpan selama ini menyembunyikan sayang yang sangat besar untuknya. Aku mengorbankan semua untuknya termasuk cinta yang dulu kunanti selama ini. Dia merupakan cinta pertamaku yang tak pernah aku rasakan sebelumnya. Tapi kenyataan demi kenyataan terus terungkap membuat kami harus berpisah. Hanya ada dua pilihan antara dia atau aku yang memaksa untuk berpisah dan aku yakin dia takkan mampu melakukannya.

Aku mulai membangun rasa bencinya untukku, berharap ia dapat meninggalkanku. Aku tak mau menjadi pria terakhir untuknya seakan ini sangat membebaniku. Tapi aku tau aku juga takkan bisa berpisah dengannya dan takkan mampu menyakitinya. Tapi ini adalah pilihan terakhir dan tak ada jalan lain. Harus ada yang berkorban, dan harus ada yang jadi tersangka, walau dalam hati terus tersiksa.

Dan hingga saatnya tiba..

Aku mulai cuek dengannya, setiap pesannya aku jawab dengan nada dingin seperti tak mengenalnya selama ini. Dia sadar ada yang berubah dalam diriku, mungkin dia berpikir bahwa aku tak lagi mencintainya. Tetapi dalam hati aku terus menangis dan memaksa “aku harus lakukan ini demi masa depannya, demi masa depan kita, ia harus bisa tanpaku, dan dia harus membenciku”

Hingga suatu ketika aku sakit parah, disitu aku sadar “inilah saatnya dan ini adalah sinyal-NYA”. Aku tau kondisinya sedang terpuruk, tapi jika tidak begini dia takkan bisa meninggalkanku. Aku tau orang-orang akan menganggapku pria yang brengsek pergi meninggalkannya disaat ia jatuh. Tapi aku tak mau memperdulikannya karena inilah yang terbaik untuknya.

Kata demi kata terucap, kata putus tak terelakkan lagi. Ia berusaha menerima kenyataan pahit dan aku berusaha menahan sakit yang aku rasa. Dalam hati aku berkata “ia akan sangat membenciku, dan semua orang akan membenciku”. Tapi inilah kenyataan, harus ada yang mengalah dan berkorban, karena kami hanya terus berputar-putar tanpa ada solusi yang keluar.

Aku tau aku sangat mencintainya, aku tak pernah punya alasan untuk memutuskannya dari awal, dan aku tak punya alasan untuk membencinya. Aku tau suatu saat aku pasti akan membawanya kembali kesisiku, untuk itu aku harus membangun kebencian yang sangat besar untuknya, agar ia menganggapku pria brengsek dan kurang ajar, agar aku tak punya jalan kembali pulang.

Tujuh hari berlalu, aku sangat merindukannya, aku coba untuk kembali mendekatinya. Perasaan yang dulu takkan pernah hilang untuknya, karena dari awal hanya ialah yang mengajarkanku ketulusan. Dan aku tau pasti ia takkan lagi mau menerimaku kembali. Aku terus tersiksa tiap harinya, berharap ia kembali pulang, tapi semakin lama ia semakin hilang bersama seorang pria yang tak pernah kukenal sebelumnya.

Kini biarlah aku yang tersiksa, cemoohan tak dapat kuhindari, tapi biarlah agar ia bisa pergi meninggalkanku dan membangun masa depannya. Kini giliranku untuk melupakannya bersama rasa sakit hati yang aku rasa. Aku tak pernah punya alasan untuk membencinya, dan semakin tenggelam dengan persaan sakit hati yang menyiksa.

Aku menyediakan silet tajam untuknya, agar ia membunuh cintaku yang telah kami bangun berdua. Silet yang aku asah selama ini dengan kesedihan, agar ia bisa melangkah mudah tanpa merasa kehilangan. Kini yang tersedia untukku hanyalah silet tumpul yang tak beralasan, aku tau ini konsekuensinya dari pilihan yang aku buat. Aku mulai menyayat perlahan, rasa sakitnya luar biasa dan lama untuk hilang. Aku tak punya apa-apa untuk mempertajam silet ini, karena aku tak punya rasa benci untuknya, dan masih sangat menyayanginya. Hati ini lama untuk mati, dan secara perlahan-lahan mengucurkan penyiksaan yang tak henti. Aku hanya bisa menikmati rasa sakitnya secara perlahan, seperti ayam yang dipotong lehernya, mendobrak kesana kemari hingga akhirnya tak ada tenaga yang tersisa. Kesakitan yang mengerikan terus keluar, aku tak dapat menghentikannya, yang hanya kupikirkan seberapa lama ini akan bertahan. kemudian ia datang memelukku dari belakang, dan menemaniku untuk menghilangkan penderitaan. Kini sakitnya tak terasa, walaupun terus mengucur keluar, kini ia kembali menemaniku untuk membantuku mengeluarkan rasa sakitnya.
Share:

Saturday, February 11, 2017

Aku dan bayangan

Pernahkah kamu berjalan di sepanjang pantai?

Dibawah bulan purnama dan beribu2 bintang

Memang mereka indah, tapi tak sedekat bayangan.

Bila kamu berjalan menjauhi bulan, yakinlah bayanganmu akan selalu menemani

Dan jika kamu mengejar cahaya bulan, maka bayangan akan berada dibelakangmu mengikuti.

Tak perlu kau takut untuk melangkah, kemanapun arahnya dia akan setia menemani.

Kiri atau kanan, depan atau belakang, selama masih ada harapan bulan, kamu akan selalu menemukan bayangamu yang takkan pergi

Ketika bulan semakin meninggi di langit, maka bayanganmu akan sedekat nadi

Ketika harapan bulan semakin merendah, bayanganmu akan semakin menjauhi

Tetapi ketika kamu menemukan sinar yang lebih terang, maka perlahan bayanganmu akan mulai menghilang.

Bulan adalah harapan dan aku hanyalah bayangan

Share:

Bersahabat Dengan Kematian

Judul ini seakan-akan menampar pembaca untuk mengingatkan apa sebenarnya hakekat manusia. Kita hidup 40, 50, 60 atau berapapun itu, pasti akan datang harinya jika tiba. Tulisan ini bukan untuk menakuti, atau mengancam melainkan untuk menyadarkan setiap orang yang masih berlindung dibawah rumah yang nyaman. Semua akan kita tinggalkan, baik susah senang, sedih dan bahagia, tidak akan dibawa pada saatnya. Jadi akan kah kamu masih mau memusuhi teman yang nantinya akan datang?

Sejauh-jauh kamu pergi, setinggi-tinggi kamu terbang, akan ada saatnya kakimu mulai letih melangkah dan sayapmu mulai kaku dikepakkan, dan itulah pertanda kamu harus kembali bersama cerita yang harus dipertanggung jawabkan. cerita yang selama ini kamu perjuangkan, semua keputusan yang kamu ambil didalamnya, tak satupun akan luput dari pertanyaan. Kematian bukanlah akhir dari apa yang kita perjuangkan melainkan awal dari sebuah jalan yang baru.

Selama aku hidup didunia ini, ada dua kali kematian datang mengingatkan, seakan-akan berbicara “hey, kamu telah kelewatan”. Ini merupakan pengalamanku saat kamu benar-benar merasa bahwa kematian itu sangat dekat bagaikan nadi dalam darah. Hanya saja kita masih membutakan mata kita sendiri dan tak mau mengakuinya.

Pengalaman ini terjadi dimana aku telah lulus kuliah. Aku mencintai seorang gadis dan benar-benar tulus padanya. Kami terus bersama-sama selama 3 tahun selama kuliah, aku ada untuknya dan diapun ada untukku. Setiap hari begitu indah buat kami, semua kenangan terukir dihati kami.

Dia adalah wanita yang benar-benar kupuja, tidak satu haripun terlewatkan tanpa dia. Tapi semua kesenangan itu hanya fatamorgana belaka, karena kami berbeda agama. Kami berusaha melupakan kenyataan, dan berusaha hidup berdua, tak mau membahas masa depan untuk menikmati waktu yang ada bersama.

Tahun pertama kami habiskan dengan petualangan, menyisisir kota-kota yang kami anggap asing bersama, mulai dari sangata, bontang, jogja dan malang, bagaikan kami sudah pasti tak terpisahkan. Tahun demi tahun berlalu dan Waktu terasa sangat cepat, takkan mau berhenti berputar menunggu kami berdua, komitmen pun dilatunkan, bahwa kami akan berpisah diakhir kuliah.

Perpecahan diantara kami sering terjadi, apalagi membahas agama dan yang paling labil adalah diriku sendiri seakan memaksa ia untuk ikut denganku. kata putus sering kuungkapkan padanya, menyisakan sesal dihati yang mendalam, aku bingung dengan apa yang harus aku lakukan diantara memilih dia atau ibadah.

Dalam setiap sujudku selalu mengusikku, wajahku seakan-akan tidak mau kudongakkan kelangit, perasaan malu kepada sang pencipta karena masih beribadah tapi masih berdekatan dengannya, sudah beberapa kali aku membahas masalah ini kedia dan sebanyak itu pula kita bertengkar. Orang tua dan keluargaku telah mengenalnya dan terus memaksaku untuk meinkahinya, tapi apadaya kenyataan tak semudah yang dibayangkan karna aku tau ini sulit baginya.

Ketika aku jauh dari dia, aku kembali dekat dengan tuhanku dan mulai menjauhi dia, dan saat itu pula aku memutuskan untuk memutuskannya, tapi rasa sayang ini susah untuk kulupakan, hanya selang beberapa jam atau hari saja aku kembali mengejarnya dan tak mau jauh darinya, dan begitu seterusnya. Membayangkan hari-hari tanpa dia membuatku tak bisa menjalaninya.

Sampai suatu ketika allah sudah benar-benar marah denganku…

Saat itu merupakan malam jumat, dan aku masih terus saja bekerja dikantor untuk menyelesaikan targetku. Mata tak berhenti menatap layar dari pagi hingga petang, dan terus kulakukan dalam 2 bulan belakangan itu. Sampai pada akhirnya, kepala kiriku terasa berat, mataku terasa kunang-kunang, aku tidak bisa melihat secara fokus kembali. Mungkin ini saatnya aku pulang dan beristirahat. Sepanjang jalan kepalaku terus sakit dengan hebatnya, rasanya ingin terlepas dari leherku, aku berusaha menahannya dan terus berjalan hingga pulang kerumah. 60-70 km/jam mungkin aku pacu motorku untuk segera sampai dirumah, tidak peduli bagaimana macetnya jalan raya.

Sesampainya dirumah, saat itu sedang matilampu hanya bermodalkan cahaya bulan aku mencari jalanku menuju depan pintu rumah. Aku mengetuk pintuk sambil menahan rasa sakit dikepalaku, tapi tak ada yang menjawab dan sepertinya tidak ada orang dirumah. Aku mengambil kunci disakuku, dan mulai membuka pintu, hanya kata-kata hujatan yang terucap dalam hatiku karena tidak kuat menahan sakit yang teramat sangat.

Aku langsung mencari jalanku menuju dapur untuk mengambil satu box obat-obatan, kupikir dengan meminum panadol ekstra rasa sakit ini akan berakhir. Satu keping telah masuk ketubuhku bersama air yang membawanya masuk. Aku berjalan sempoyongan menuju kamar tidur dan berusaha untuk istirahat untuk beberapa waktu.

Aku berbaring di atas kasurku, menutup kepalaku dengan bantal yang ada disampingku, sambil terus menahan rasa sakit yang makin bertambah. Aku paksa dua mataku untuk terpejam, memaksa otak untuk tidak berpikir dan berharap segera terlelap. Akan tetapi sakit ini semakin parah dan tidak bisa lagi kutahan.

Ruang sangat gelap, tidak ada lampu yang menyala, badanku mulai menggigil padahal sudah mengenakan selimut diatasku. Saat itu tidak ada satupun orang dirumah, aku meronta-ronta dan menelpon orang-orang rumah tetapi masih tidak ada jawaban. Sampai suatu ketika, pikiranku terasa kosong, dan aku tidak bisa mengingat apa-apa.

Aku benar-benar tidak bisa berpikir, kukira hanya pusing saja, tapi ternyata aku memang tidak bisa lagi mengingat. Apa yang akan aku lakukan dan apa yang mau aku lakukan. Aku benar-benar hilang seakan ditelan kegelapan. Saat itu yang aku lakukan hanya memanggil-manggil ibuku untuk cepat pulang. Aku tak tau apa yang terjadi padaku, dan disaat yang bersamaan azan isa berkumandang. Aku tidak tau apa yang mau kulakukan, tapi yang pasti aku harus datang mengikuti suara itu.

Motor kembali kunyalakan, aku berjalan mengikuti suara, dan berharap mendapati seseorang yang kukenal disana. Saat itu solat sedang berlangsung, aku langsung mengambil air wudu dan ikut solat dibelakang. Aku tak tau apa yang kulakukan, aku hanya mengikuti instingku, aku tak tau apa yang aku baca, dan hanya terucap begitu saja. Baru ini aku sadar, apa yang biasa kamu lakukan maka itu akan melekat padamu tanpa kamu harus berpikir apa yang kamu lakukan.

Dalam solat, sambil menahan sakit aku menoleh kanan kiri untuk menemukan orang yang aku kenal. Aku sangat gugup dan takut tak bisa mengingat satupun mengenai diriku. Hingga solat berakhir, aku langsung berdiri, berjalan mendekati satu persatu orang dan memperhatikan setiap wajahnya, apakah ada orang yang aku tau. Sampai aku melihat satu wajah tak asing, berbadan se bahuku, menggunakan baju muslim berwarna kuning dan peci. Aku mendatanginya dan melihat wajahnya dari dekat. Sepertinya aku mengenalnya. Aku menghampirinya dan bertanya padanya “kamu siapa ya?”. Aku melihat anak itu melihatku dengan raut wajah yang aneh. Dan dia pun menjawab “aku ata, aku adekmu”. “astagfirullah alazim” ternyata itu adeku dan aku benar-benar tidak mengenalnya. Aku ingin menangis mengenai apa yang terjadi padaku.

Saat itu pula aku bertanya pada dia, “mama mana? Mama mana?” sambil menahan tangisku. “mama masih ditertip, ayo sudah pulang aja”. Dia menggandengku, mukanya langsung berubah pucat dalam sekejap, terlihat ketakuan dalam raut wajahnya. Aku berjalan bersamanya keluar masjid, dia gugup sekali dan mengatakan kepadaku “kita datangin pak kasman aja”. Aku langsung menjawab “siapa pak kasman?”. “dia ustad, ayo sudah”. Dalam hati aku trus beristigfar, aku masih belum bisa mengingat dengan baik, aku takut semua ingatan-ingatan yang ada padaku hilang begitu saja.

Hingga bertemu dengan pak kasman, aku didudukkan diteras luar masjid, orang-orang masih bershalawat dan membaca doa. Pikiranku benar-benar kosong aku hanya melamun dan tak bisa mengingat apa-apa. Sampai ditanya “kamu kenapa?”. Pertanyaan yang sederhana, tapi baru kali ini sangat sulit dijawab. “aku kan dari kantor, terus ya itu terus” aku sangat gugup aku tidak bisa menyampaikan dengan baik.

“aduh kakiku, aduh tanganku” ucapku mengejutkan. “loh kenapa?”. Pertanyaan ini lagi yang terlontar, mengapa? Berarti harus dijelaskan. Aku benar benar tidak dapat menjelaskannya apa yang aku rasakan, hanya berusaha mencari kata dalam pikiranku dan menyampaikan kepadanya agar dia mengerti. “itu, apa itu, kalo berenang terus sakit”. “keram kah?”. Aku kembali beristigfar, kata keram saja aku tidak bisa mengingatnya. Kemudian ia membisikkan ditelingaku, “ayo istigfar, coba istigfar”. Aku terus beristigfar dalam hati, menahan sakit kepala dan keram pada kedua kaki dan tanganku. Aku benar-benar gugup, pucat dan benar-benar seperti orang gila. Raut muka orang-orang yang melihatku juga terlihat sangat pucat, malam itu benar-benar mengerikan.

Adekku berusaha menghubungi mamaku, tangisnya pecah dan sangat takut melihat apa yang terjadi padaku. “maa, koko maa” itu saja yang bisa aku dengar. Dua orang kemudian mendatangiku, dia bertanya apa yang terjadi padaku. Aku hanya melamun tidak bisa menjelaskan sama sekali. Yang terbersit dalam hatiku, apakah ini akan menjadi akhirku. Aku benar-benar sangat sombong dan angkuh beberapa tahun ini, merasa semuanya aku punya dan selalu berpaling dari allah. Aku punya kepintaran, pacar, uang, video game, semua nikmat dunia aku punya. Dan aku hanya melamun, bagaimana semua nikmat ini dicabut hanya satu malam saja, jika kemudian dibutakan semua pikiranku dan tidak dapat mengingatnya, Apa yang aku punya kini tidak ada artinya.

Aku hanya melamun saja, benar-benar kosong tak ada yang bisa lagi aku ingat. Dua orang tadi kemudian memijit-mijit kaki dan kepalaku. Aku hanya terus melamun dan semakin dalam menuju kehampaan. Sampai ibu dan bapakku datang, “kamu kenapa”. Aku hanya diam saja dan tak menjawab. Ibu dan bapakku langsung panik, aku melihat ke arah mata mereka yang berkaca-kaca. Dalam hatiku aku meminta maaf, aku benar-benar belum bisa membahagiakan meraka, aku adalah anak pertama, tapi aku mengecewakan mereka.

Kemudian kembali lagi, “aduh kakiku aduh tanganku”. Orang-orang disekitarku kembali terkejut, bapak yang memijitku juga terlihat kaget dan terus berbisik dalam beristigfar. “waduh bu, ini kakinya makin keras bu, bawa kerumah sakit aja bu” ucap bapak yang memijit kakiku. Bapakku pulang untuk mengambil kunci mobil dan membawaku kerumah sakit yang terdekat. Aku hanya bisa melamun saja, dan berusaha mengingat-ngingat. Saat itu, pacarku pun aku tidak mengetahui namanya.

Sepanjang perjalanan, aku hanya diam dan terus bertanya dalam hati, kapan ini berakhir, apakah aku akan terus begini?. Dalam perjalanan ibuku menyuapiku roti, aku hanya melamun saja dan mengigit satu atau dua kali untuk mengisi perutku yang kosong.

Tiba dirumah sakit, aku berjalan dengan susah payah, kedua kakiku terasa kaku untuk digerakkan. Aku langsung dilarikan keruang UGD, tepat di tempat pacarku dahulu saat sakit ditempatkan. Aku hanya melamun saja, berusaha mengais-ngais ingatanku, alat bantu pernapasan dikenakan padaku, dan suster berusaha mendapatkan informasiku mengenai apa yang terjadi. Aku berusaha menjawab sebisaku, ia mengecek tekananku dan semua kondisi badanku. “normal aja kok semuanya” ucap perawat itu. Aku hanya bisa diam saja, sambil menatap mata ibu yang benar-benar ketakutan. Matanya semakin berkaca-kaca saat melihatku, aku hanya bisa tersenyum untuk menenangkan hatinya. Aku berusaha memanggil ibuku didekatku dan berkata, “maafkan aku ya ma, belum bisa kasih apa-apa”. ibuku berkata “sudah-sudah istirahat aja, kamu gapapa, istigfar aja”. Aku merasa benar-benar tak berguna malam itu.

Aku hanya bisa melamun malam itu, dan hanya bisa pasrah saja mengenai apa yang terjadi padaku. Aku hanya bisa menagis dalam hati dan berusaha mengingat-ngingat kesalahan-kesalahan apa yang telah aku lakukan dahulu. Aku memiliki pacar yang sangat baik dan tulus, tapi apa yang bisa ia berikan disaat aku seperti ini? Tak ada yang dapat menolongku, bahkan orang tuaku sekalipun. Malam itu aku benar-benar bertekad akan berubah menjadi lebih baik, dan terus berusaha melawan hatiku, sampai pada akhirnya “aku harus sudahi perasaan ini”

Setelah aku berkata dalam hati, pikiranku perlahan-lahan kian membaik. Aku sudah bisa berbicara dengan kata-kata yang terstruktur kembali. Dokter juga bingung mengenai apa yang terjadi padaku dan belum dapat mendiagnosa penyakitku. Aku hanya dipulangkan malam itu dan beristirahat dipangkuan ibu.

Beginilah bagaimana kematian suatu saat akan memperingatkanmu, dia tidak akan mau tau disaat kamu jaya atau terpuruk, bahagia atau sedih, miskin atau kaya, jika saatnya tiba dia takkan ragu-ragu untuk menjemputmu. Sekuat apapun kamu menghindar, dia akan mengejarmu sampai plosok dunia. Kematian itu pasti, tapi waktunya tidak ditentukan. Itulah ceritaku, dan berharap menjadi pelajaran bagi siapa saja yang mencari makna kehidupan. “jadi, apa kamu masih mau memusuhinya?”

Share:

Friday, February 10, 2017

Bagaikan Halte Bis

Saat itu pagi yang cerah, tak ada awan yang menahan sinar matahari. Aku hanya berlindung Di bawah daun-daun pohon dibawah halte bis. Atapnya terbuat dari plastik yang menyerap panas, jika bukan karena daun-daun pohon ini aku bisa tersengat sinar matahari. Gerah dan panas kurasakan, seakan-akan ini menandakan bahwa hari ini adalah hari yang buruk. Aku membuka kancing baju atasku, dan dengan bermodalkan buku untuk membuat angin agar menahan laju keringat yang tidak bisa lagi ku bendung. Hari ini hari yang padat, mobil dan motor meramaikan hiruk pikuk kota. Seperti tidak ada yang memperdulikanku menunggu di tepi jalan dan berharap jemputanku datang cepat.

Perlahan2 seorang gadis menghampiriku, berambut panjang, kulit putih, dan tinggi hampir sama denganku duduk diseberang kursi. Celana jeans biru dan baju polo merah yang dia kenakan terlihat casual dengan warna yang sudah tidak baru lagi, menandakan ia sangat menyukai pakaian itu dan terus memakainya. Tatapan matanya sangat tajam, seakan-akan membuat orang takut untuk melihat. Dia adalah gadis yang kuat, tegar dari penampilannya dan ia tidak menghiraukan teriknya matahari yang ada diseberang kursi. Aku hanya bisa memperhatikannya dari jauh, seraya membuka air mineral dingin yang aku punya. Hari itu merupakan hari yang sangat terik, panas dan kering kalau bukan daun-daun yang menutupi halte bis mungkin aku bisa mati dehidrasi.

Beberapa saat kemudian ia menghampiriku, untuk duduk didekatku dibawah daun-daun yang menutupi. Tidak bisa dipungkiri hari ini memang hari yang berat, aku mempersilahkan satu kusi kosong didekatku dibawah daun-daun pohon yang rindang. Cahaya matahari memaksa masuk dari celah dedaunan, tapi tidak cukup untuk membuatku kembali berkeringat.

Kami hanya duduk diam, saling mencuri2 pandang satu sama lain. Karcis di jepit di mulutnya seraya mengikat rambut dengan karet gelang yang ada di tangan kirinya. "Kiri" itulah arahnya dia pergi, berbeda dengan ku menuju arah “kanan”, dan kami hanya duduk untuk menunggu bis datang.

Kuakui dia gadis yang cuek dan supel, tidak peduli dengan apa yang ada disekitarnya. Dia hanya menatap lurus kedepan dan tidak berpaling kekanan atau kekiri seperti Tidak begitu suka dengan keramaian kota ini. Berita pengumuman pada layar iklan mengusik keheningan kita berdua, Telah terjadi macet total tak jauh dari halte bis yang diperkirakan berlangsung selama 3 jam ke depan. Serentak kami berdua menghelakan nafas, menandakan kami akan terjebak dibawah halte bis dengan suasana yang gerah. Dalam hati aku berkata, bagaimana bisa aku terjebak dengan gadis yang cuek seperti ini dan mungkin perkataan sama juga terbesit di pikirannya.

Matahari semakin lama semakin tinggi, seakan-akan dedaunan pun tidak mampu lagi membendung sinarnya. Tidak ada angin yang berhembus, terik matahari bisa terlihat hawanya pada jalanan didepan kami. Aku kembali membuka air mineral dinginku, untuk mencoba kembali menyegarkanku. Dia hanya menatapku sebentar dan mencoba tidak menghiraukanku, dan berusaha dengan cuek menelan air liurnya sendiri. Dia benar-benar gadis yang memiliki harga diri tinggi, tak mau terlihat lemah di hadapan orang lain.

Aku tau, tak ada satu pun yang sanggup melalui hari ini, kucing pun berusaha mengais-ngais rerumputan dibawah pohon. Berharap ada embun hujan yang masih hinggap di setiap daun rerumputan untuk menghilangkan rasa hausnya. Aku sodorkan air mineral dinginku kepadanya, dan berusaha tidak menatapnya seakan menunjukkan aku juga memiliki harga diri tinggi sama sepertinya. Dia benar-benar gadis yang cuek, kalau bukan rambutnya yang panjang, mungkin aku sudah mengira kalau ia adalah laki-laki dari sikapnya. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun dia mengambil air minum dinginku, dan berusaha menyegarkan tenggorokannya. Ia menghela nafas panjang untuk kedua kalinya seakan-akan telah hilang separuh beban hidupnya sambil mengusap butiran-butiran air di bibirnya.

“Terimakasih”, hanya satu kata itu yang terucap dari bibirnya seraya mengembalikan air minumku, aku tidak tau ia menjadi agak sedikit gugup berada di sampingku dan akhirnya botol air mineral itu terlepas darinya dan membasahi sekujur celanaku. Ketika badan panas bertemu dengan air mineral yang dingin ini sangat membuatku terkejut, aku langsung mengangkat kedua kakiku ke udara dan memundurkan sedikit badanku, yang pada akhirnya membuat kepalaku terbentur ke dinding halte bis. Sambil menahan sakit aku mengusap-usap kepalaku yang terbentur cukup keras, dan hanya keheningan yang terjadi diantara kita. Kami berdua terdiam sambil menatap lurus ke depan, dan ia memulai tertawa kecil yang aku ikuti dengan tawa kecil lainnya. Ini mungkin menjadi perkenalan kami yang tidak begitu sempurna.

Satu jam pertama, kami mulai bercerita untuk mengisi kekosongan dan ingin mencairkan suasana, mencoba mencari sedikit kebahagiaan pada keadaan yang cukup berat pada hari ini. Suaranya yang unik, seakan-akan memaksaku untuk terus memperhatikannya, dan dia ternyata tidak secuek dan sekeras yang aku bayangkan. Kami saling bercerita mengenai apa yang terjadi hari ini, dan perlahan-lahan perbincangan mengarah mengenai apa yang kami sukai. Ia suka sekali makan pangsit pada perempatan jalan, dan aku pun mengenal tempat itu dan sangat menyukainya. Kami sama-sama mencintai travelling, walaupun kami tidak mempunyai banyak uang, tapi kami membayangkan berbagai tempat yang layak untuk dikunjungi dengan masing-masing surga di dalamnya.

Kami larut dalam angan-angan, dan saling berandai-andai. Ia menceritakan sepaket perjalanan menuju kota tambang kecil yang terdapat di bagian utara dari kota ini. Dan ia menceritakannya bersama aku di dalamnya. Ceritanya membuat seakan-akan kami sedang berada di sana, menaiki motor beat hitam berdua, membuat bekal untuk perjalanan panjang menuju kota kecil itu. Di sana kami menikmati suasana matahari terbenam diatas bukit sambil menikmati bakso hangat hingga matahari tak dapat kelihatan lagi. Kemudian giliranku untuk berandai-andai menuju kota tak jauh dari kota sebelumnya. Menyewa satu perahu kecil untuk kita berdua dan menuju pulau di tengah laut. Terumbu karang terlihat dibawah kami, dan kami saling membenamkan kedua tangan kami ke air seraya takjub dengan keindahan dibawah laut. perahu kecil ini terus bergoyang-goyang dan kami hanya saling berpegangan tangan untuk menjaga satu sama lainnya. Di sana kami mengabadikan semua kenangan, mengelilingi pulau yang seakan-akan miliki berdua. Aku menggendongnya di pundakku dan terus mengabadikan foto kami di sana.

Angan-angan demi angan-angan berlanjut, membuat perbincangan ini semakin menyenangkan. Berusaha menjauh dari semua kenyataan yang membuat kami lelah tiap harinya. Membayangkan trip ke desa terpencil dan bermain arun jeram, Mengunjungi air terjun di dalam hutan, bersantai di dalam goa, menikmati sosis dari puncak ketinggian, menaiki kereta mengelilingi setiap kota, berenang di sungai di dalam goa, mengunjungi museum, bermain di pasar malam, dan terus hingga membuat kami terlarut di dalamnya sehingga aku tak dapat lagi membedakan mana kenyataan dan mana hanya impian.

Hampir semua yang aku sukai pun ia sukai, dan perbincangan ini sangat menyenangkan ketika seseorang yang tau mengenai berbagai hal yang sama-sama dicintainya. Walaupun ada sedikit perbedaan, aku menyukai film aksi dan ia menyukai film drama, tapi aku perlahan-lahan menyukai film drama dengan mendengarkan cerita darinya, bagaimana film-film itu bagus dimatanya dan aku pun menceritakan film aksi yang menurutku bagus padanya. Ternyata hari ini tidak seberat yang kami bayangkan

Satu jam kedua, kami mulai nyaman satu sama lainnya, kecuekannya yang dulu kukenal kini telah hilang darinya. Kami melakukan hal gila bersama-sama mencoba mengalihkan dunia dan mencari kebahagian kami berdua. Kami menyanyikan lagu yang aneh berdua, berteriak dipinggir jalan berdua, melepaskan dan menumpahkannya semuanya dijalan. Aku mulai bertingkah aneh layaknya anak kecil untuk menghiburnya, dan ia perlihatkan sikap sama padaku. Kami tertawa lepas dan mengacuhkan segalanya, tak peduli apa dan siapa yang menghampiri, kami tetap melakukan apa yang kami sukai. Saat ini kami bertingkah layaknya orang gila berdua, tertawa lepas, dan memutar satu album lagu Sheila on seven pada gadgetku. Aku mulai bertingkah aneh, memanjat pohon sambil menari-nari. Kamera polaroid, ia keluarkan dari ranselnya, kami mengambil gambar bersama dan mengabadikan semuanya dalam gambar.

Satu jam ketiga, semua menjadi lebih indah, semuanya kami hadapi berdua. Tak peduli cuaca panas atau dingin, orang datang dan pergi, kami tidak memperdulikannya. Cuaca mulai mendung, dan rintik-rintik hujan mulai datang. Kami hanya tertawa berdua dan menari dibawah gerimisnya langit. Lagu shelila on seven terulang kembali menjadi lagu awal, menandakan lagu ini telah berulang terus menerus. Aku akui laguku hanya itu-itu saja, tapi kami tidak memperdulikannya dan hanya tertawa. Kami berdansa di bawah gerimisnya hujan, aku memegang tangannya dan pinggangnya, dan ia melakukan hal yang sama. Mata kami saling bertatap tatapan, awalnya dia malu dan tertawa kecil, tapi ia mulai mengikuti iramaku. Untungnya Ia membawa setumpuk kertas kamera, kami mengambil banyak sekali gambar dan kenangan. Kami mulai menghiasnya dihalte bis ini, seakan-akan telah menjadi milik kami berdua. Foto-foto kami, kami biarkan menggantung di langit-langit halte bis, menjuntai kebawah ditahan oleh seutas tali. Kami menulis berbagai macam cita-cita kami di dinding-dinding halte, dan bagaimana masa depan kami yang ingin kami lalui. Aku mengeluarkan kertas wallpaper dari dalam tasku dan menghiasi dinding-dinding halte bis, seakan-akan ini telah menjadi rumah kita berdua. Foto-foto kami, aku biarkan menempel didinding, kuselipkan pada kertas walpaper bergambar bunga yang mewarnai dinding, dan kami menempel berbagai macam hiasan yang menyala pada keadaan gelap. Hujan terus turun dengan derasnya, tapi kami asik bermain pada dunia kami.

Hujan mulai reda, dan hanya mendung menghiasi langit. Tapi kami hanya tertawa dan bercerita seharian. Berita dipapan iklan memecahkan tawa kami, keadaan telah kembali menjadi normal, dan kendaraan telah bisa kembali melaju diatas jalan raya. Kami hanya terdiam dan kembali duduk dikursi-kursi kami yang hanya diikuti oleh tawa-tawa kecil yang menghiasi suara dilangit. Waktu seakan-akan tidak terasa berlalu, hari yang berat menjadi hari yang membahagiakan. Semua kami lalui berdua dan tanpa menghiraukan, hari yang berat kini jadi kenangan.

Kenapa terasa semua kendaraan berlaju sangat kencang, tidak ada yang bisa mencegah laju roda berputar. Ingin kuhentikan waktu sementara dan mengulang, tapi waktu tetap tidak mau menunggu dan berujung datang. Sampai suara bis datang memecah kebuntuan, aku merasa mengapa yang kutunggu datang begitu cepat. Aku tak tau apa ini yang kutunggu dari awal, seakan akan ada yang menghalang. Ia melihat kearahku dan seakan-akan berbicara ini yang kamu tunggu telah datang dan saatnya melangkah kedepan. Aku mulai merapikan semua barangku, dan mematikan lagu yang ada digadgetku, dan mulai melangkah meninggalkan. Dia berdiri, seperti menyambutku pergi, kedua tangannya dikepal seperti akan berdoa untuk membuatku kembali. Aku mulai membelakanginya dan melangkah pergi, bis yang aku tunggu tak akan menungguku lebih lama lagi. Langkah berat yang terus kujalani, diikuti oleh tatapan tegar yang mencoba menatap lurus kedepan. Dia tau langkahku begitu berat, seakan-akan menempel pada lantai dasar halte, tapi dia tau aku tak bisa menunggu lebih lama lagi disini. Terucap satu kata tulus yang ingin ku ulangi lagi dan sangat berbeda dari awal bertemu “terimakasih” kata yang sama dengan makna yang berbeda.

Setiap langkah-langkahnku begitu berat, ingin rasanya melihat kebelakang tapi tak sanggup melihat mata yang berkaca-kaca. Aku terus menyesalkan mengapa semua terjadi begitu cepat dan mengapa arah kita berbeda. Aku mencoba melangkah terus kedepan, mencoba mencari rasa cuekku yang dulu hilang. Bis sudah tidak bisa lagi menunggu begitu lama, pilihanku apakah aku harus menaiki bis ini atau kembali menunggu dihalte bis ini. Tinggal satu langkah lagi untuk naik kedalam bis, ingin rasanya teriak didalam hati ayok ikut denganku dalam bis ini, dan mencari rumah bukan lagi tempat singgah. Tapi aku tau dia memiliki kewajiban yang harus ia jalani dengan arah yang berbeda. Dengan hati kosong aku mencari tempat duduk didalam bis, tepat dikursi paling belakang dan didekat kaca. Terlihat dia dan halte bis yang kami hiasi bersama, ini merupakan pemandangan yang terberat dalam hidupku

Mesin bis mulai dinyalakan, dan bersiap untuk maju kedepan. Aku menatapnya dengan penuh harapan berharap ia datang mengejar. Tetapi pemandangan semakin lama semakin jauh, dia dan halte bis semakin tidak dapat kulihat lagi. Perasaan berkecamuk dalam hati, mencoba meneguhkan apakah ini yang kutunggu selama ini. Tangis pecah dalam hati, tak dapat kuungkapkan lagi. Teringat semua senyumannya, semua tingkah gilanya, semua kenangan dan semua lagu aneh yang kami ciptakan berdua. Aku tidak dapat pergi meninggalkannya seperti ini, dan tak mau berakhir seperti ini. Aku kembali berdiri, menghentikan laju bis dan mulai berlari kebelakang, menuju halte bis penuh kenangan.

Mendung yang dulu tidak dapat lagi menahan tangisnya dan Rintik hujan mulai datang, seakan mencegahku untuk kembali kehalte bis, tapi aku tetap berlari mengejarnya. Dengan napas terengah-engah bercampur pikiran kacau aku tidak lagi menghiraukannya, dan terus berlari menuju halte bis yang dulu aku kenal. Akhirnya aku tiba disana, seakan-akan aku tidak mempercayai apa yang sedang aku lihat. Pasti mata ini telah berbohong padaku dan menyuruhku untuk pulang. Halte bis itu kini telah kosong, tinggal hiasan-hiasan yang ada pada langit-langit dan dinding-dinnding halte bis. Aku tidak percaya ini halte bis yang dulu aku kenal, karena ia tidak ada lagi didalamnya. Aku mulai berlari mengejar bis yang dia gunakan, “Kiri” itu seingatku dalam benak pikiran. Aku berlari tanpa arah tujuan berharap menemukan dia dipinggir jalan.

Aku berlari seperti beribu-ribu mil rasanya seakan-akan perasaan letih telah dicabut dalam diriku. Semakin aku kejar semakin terlihat bis itu dari kejauhan, terlihat tulisan “kiri” pada kaca belakang bis. Aku terus berlari mengejar tanpa menghiraukan derasnya hujan yang menghadang. Aku terus berlari dan terus berteriak dari kejauhan “mau kah kamu menemaniku dihalte bis lagi?”. Nafas dan suaraku saling bekerjar-kejaran, aku teriak dengan kerasnya diiringi dengan tarikan nafas pada sela-selanya. Bis itu kini semakin dekat, aku berlari dan berteriak semakin kencang. Semakin dekat, aku semakin tidak percaya apa yang aku lihat, semakin dekat, semakin sakit rasanya. Langkah ini terasa semakin berat padahal hanya berjarak beberapa meter didepan, dan perlahan-lahan langkah ini berhenti dengan sendirinya. Hujan mengiringi tangisku didalam kesunyian seakan-akan tak sanggup melihat kedepan. Aku mencoba menyalahkan mataku karna menangkap gambar yang salah tapi ini adalah kenyataan. Aku melihat dua kepala duduk dibangku belakang, satunya berbadan tegap yang satu rambutnya dikuncir dengan karet gelang, dan ia sedang bersandar dipundaknya.

Aku tak tau apakah ini mimpi atau kenyataan, semua terasa begitu meyakinkan. Aku perlahan berjalan kembali pulang diiringi tangis bersama hujan. Langkah demi langkah aku coba berjalan, tapi ini adalah kenyataan. Sampai aku tiba pada halte bis yang dulu aku kenal. Aku mengenang 3 jam yang berlalu begitu cepat. Semua gambar kita yang menggantung di langit-langit, semua hiasan yang ada di dinding-dinding, seakan tak percaya ini telah berakhir. biarlah kini aku yang menjaga halte bis ini, sambil menunggu seseorang datang dan menemaniku pulang.



Untukmu gadis kuncir berambut gelombang
Share:

Siapa aku?

Tanah dan Langit

Blog ini sebelumnya bernama geoscienceworld, isinya semua tentang dunia geologi ataupun pelajaran umum lainnya. sebenarnya sudah dibuat 3 tahun yang lalu sebelum mengenal cinta. dan akhirnya setelah patah hati, aku kembali menulis untuk blog ini. bukan lagi menulis untuk ilmu dunia saja tapi mengenai pelajaran kehidupan. untuk itu "Tanah dan Langit", kita adalah segumpal tanah yang hidup dikolong langit sambil menunggu dan mempersiapkan perjalanan ke langit.

aku adalah sarjana perminyakan, bukan sarjana perminyakan biasa melainkan perminyakan konsentrasi geologi. dikarnakan banyak berkumpul dengan profesional-profesional geologi, akhirnya luntur lah ilmu perminyakanku. Jika ada yang ingin diskusi mengenai geologi maupun perminyakan, bisa langsung email aja, entah itu ingin jurnal-jurnal, publikasi, saran, ataupun curhat. Mungkin jika pertanyaannya menarik, aku bisa menjawab dan mempostingnya disini. aku juga banyak menulis untuk publikasi-publikasi nasional seperti IPA, IATMI, IAGI, ataupun ajang lainnya. jika ingin melihat publikasi-publikasiku, bisa langsung ke "bergindonesia.blogspot.co.id"

Selain pelajaran dunia, aku juga berusaha menulis untuk memahami makna akhirat. karena dua hal ini harus seimbang. disini aku dapat menuangkan semua pikiran-pikiranku untuk mengungkap misteri kehidupan setelah kematian. karena mati itu pasti, kepercayaan adalah tuntutan yang mutlak untuk dicari. bukan untuk membandingkan melainkan mencari kebenaran.

Yohanes 8:32
Carilah kebenaran dan kebenaran akan membebaskanmu.

Al Baqarah, 2:164

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.

Special thanks to Agita, yang telah mau jadi editor untuk tulisan-tulisanku.


Hidup adalah sebuah permainan, dan belajarlah untuk memainkannya.
Share:

BTemplates.com

@iksansyahputra. Powered by Blogger.

WIRELINE LOGGING VS LOGGING WHILE DRILLING (LWD)

Holla amigos, Kali ini aku mau bahas nih mengenai metode logging antara wireline logging (tua dan bersejarah) degan Logging While Drilling ...

Total Pageviews

Search This Blog

Blog Archive